Seorang pria dengan suara sengong (suara tidak jelas) dikenal dengan nama Encep. Kendati dia berbicara sengong, tidak satu pun orang berani mengejeknya. Selain dikarenakan badannya kekar, juga gampang naik darah.
Suatu pagi yang cerah, karena tanpa kabut asap. Encep bermaksud pergi ke Pasar Dahlia di Kota Pontianak. Karena tidak punya kendaraan pribadi, maklum bukan orang berada, warga Kota Baru ini pun menghentikan opelet yang akan melintas di depan rumahnnya.
Seketika itu juga opelet warna putih, berhenti tepat di depan rumah Encep. "Ke Pasar Dahlia kan....?," tanya Encep. Sopir opelet hanya mengangguk.
Di perjalanan menuju Pasar Dahlia, penumpang silih berganti naik dan turun. Dan tiba giliran Encep. "Berapa ongkosnya Bang," tanyanya dengan suara sengong. Tapi, si sopir hanya tersenyum. Encep bertanya kembali dengan pertanyaan yang sama, tetapi tetap tidak mendapat jawaban. "Udahlah Bang saya bayar seribu rupiah jak," kata Encep.
Si Sopir tanpak bengong melihat Encep sudah berlalu. Kasihan melihat sopir tersebut, seorang penumpang lain pun bertanya. "Kenapa tidak dibilang kalau ongkosnya dua ribu rupiah Bang," kata penumpang itu seraya menepuk bahu si Sopir.
"Bukan apa Bu, saya takut dibilang mengolok-ngolok dia," katanya yang ternyata juga sengong.
Saturday, 21 July 2007
Ajaran Kakek
Seorang penjual kopiah berjalan melewati hutan belantara. Kendati berada di dalam hutan, cuaca terasa amat panas. Pria itu pun memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon. Usai melatakkan keranjang berisikan kopiah di dekat pohon, pria itu pun merebahkan badannya ke akar pohon. Hanya beberapa menit berselang, pria berperawakan kecil tersebut telah hanyut dalam luasnya samudera mimpinya.
Mendengar suara hiruk pikik di sekelilingnya, penjual kopiah itu terbangun. Saat melihat ke keranjang bawaannya, dia terperangah, karena seluruh dagangannya lenyap. Sesal pun tampak di wajahnya. Penjual kopiah itu pun menengadahkan kepalanya dan melihat puluhan monyet memakai kopiah. "Busyet..laris amat kopiah, sampai monyet pun ingin menggunakannya, apakah sekarang lagi trend kopiah, kalau begitu masukan saja ke rubrik trend Harian Equator," katanya.
Melihat sumber rezekinya di depan mata, tapi tidak bisa diambil, pria itu pun berpikir keras se keras-kerasnya untuk mendapatkan kembali hak miliknya tersebut. Saat berpikir, tanpa disadari, tangannya menggaruk-garuk kepala. Ia sempat terkesiap melihat monyet di sekelilingnya menggaruk kepala. Sesaat kemudian, barulah pria itu menyadari, kalau puluhan monyet itu mengikuti gerakannya.
Tetapi, pria itu tidak mudah percaya begitu saja, karena dia tahu semua monyet suka menggaruk kepala. Kemudian pria itu melepas kopiah di kepalanya. Monyet yang bergantungan di pepohonan pun mengikuti lakonnya itu. "Nah ini dia, ternyata mereka benar-benar mengikuti gerakanku," lirihnya.
Selanjutnya pria itu berdiri dan juga diikuti monyet di atas pohon. Pria itu pun segera melepaskan kopiahnya ke tanah. Itu pun diikuti oleh monyet-monyet tersebut. Sehingga dengan mudah, pria itu memungut dagangannya tersebut dan kembali melanjutkan perjalanannya.
Enam puluh tahun kemudian, profesi penjual kopiah yang dilakoni pria tersebut ternyata juga diikuti cucunya yang beranjak dewasa. Kisah mengenai monyet dengan kopiah di hutan sudah menjadi cerita masyur. Tidak heran, cerita itu juga diketahui cucu pelakon sejarah tersebut.
Usai mendapat ilmu dan petuah, cucu ini pun melanjutkan profesi kakeknya. Suatu ketika, dia berjalan ke hutan, persis di tempat yang diceritakan kakeknya, dia juga berhenti dan bersandar ke pohon. Rasa kantuk tidak mampu lagi ditahannya, dia pun terlelap beberapa saat.
Ternyata peristiwa yang dialaminya kakeknya lima puluh tahun silam, juga dialaminya. Tetapi, tidak sedikitpun rasa panik menyentuh hatinya. Dia pun menerapkan apa yang dilakukan kakeknya dahulu. Menggaruk kepala pun dimulai, nyaris serempak monyet juga menggaruk kepala. "Ternyata kakek tidak bohong," gumamnya.
Kemudian dia pun mengipas-ngipaskan kopiahnya. Hal serupa juga dilakukan puluhan monyet tersebut. Langkah terakhir pun dilakukannya, yaitu membuang kopiah ke tanah.
"Ah, kenapa mereka tidak melakukannya," katanya heran melihat monyet tetap memegang kopiah, tidak mengikutinya. Tiba-tiba dari atas pohon, turun seekor monyet dan mengambil kopiah si cucu. "Memang kamu saja yang punya kakek," kata monyet itu seraya kembali memanjat pohon.
Posted on 08:16
Bapak = Anak
Suatu hari, Baskara ingin sekali makan mangga, tapi tidak memiliki kebun mangga. Bocah tujuh tahun ini pun memberanikan diri untuk memanjat dan mengambil mangga milik tetanggannya. Namun, dia benar-benar apes, secara tiba-tiba tetangganya berada di bawah pohon dan menegurnya.
"Hei kamu ! Apa yang kamu dilakukan di atas sana," hardik tetangga tersebut kepada Baskara. Bukannya takut, bocah ini hanya kebingungan.
Melihat kebingungan Baskaran, si tetangga malah tambah marah. "Kamu mau mencuri mangga saya, iya kan. Kecil-kecil sudah berani mencuri, nanti saya laporkan ke bapak kamu, tahu rasa kamu," ancam si tetangga.
Baskara pun memberi saran. "Kalau begitu ibu teriak lebih keras lagi, bapak saya ada di atas kok," katanya.
Posted on 08:05
Mesin Rusak
Suatu hari, sebuah pesawat menuju Jakarta lepas landas dari Bandara Supadio Pontianak. Anehnya, belum berapa lama, pesawat tersebut mendarat kembali, padahal belum sampai ke Jakarta. Satu jam kemudian pesawat kembali lepas landas.
Melihat kejanggalan tersebut, salah seorang penumpang tidak mampu menahan rasa ingin tahunya. Kemudian dengan wajah santai, penumpang tersebut bertanya kepada awak pesawat tentang peristiwa yang baru saja dialaminya.
Si awak pesawat pun menjawab agar penumpang tetap tenang. "Jangan khawatir, tadi itu pilotnya hanya terganggu dengan suara mesin pesawat yang terlalu keras. Butuh waktu satu jam untuk mendapatkan pilot pengganti," katanya.
Tetapi anehnya, pilotnya tidak berubah.
Posted on 07:51
Wartawan "Cerdas"
Seperti hari biasanya, seorang wartawan melakukan tugasnya sehari-hari, meliput peristiwa yang layak diberitakan. Suatu ketika, kecelakaan dasyat terjadi di salah satu jalan protokol paling padat di kota tempatnya bekerja. Beberapa menit setelah mendapat informasi dari telepon seluler, si kuli tinta tersebut menancap kendaraan bermotor meluncur ke tempat kejadian perkara (TKP).
Setibanya di TKP, si wartawan kesulitan menerobos kerumunan warga. Padahal, untuk mendapatkan informasi dan photo terbaik, harus melihat korban dari dekat. Beberapa saat dia memutar otaknya agar bisa bisa mendekati korban kecelakaan.
Tiba-tiba seperti lampu yang terang benderang, ide brilian di kepala wartawan itu pun muncul. "Minggir........minggir semua. Saya Bapaknya, saya minta jalan," teriaknya di tengah kerumunan warga yang mengerumi korban. Teriakannya membuahkan hasil, warga yang padat seperti akan antre membeli tiket untuk masuk bioskop yang memutar film ternama, memberi ruang kepada si wartawan untuk mendekati korban.
Melihat berpasang-pasang mata tertuju padanya, si wartawan merasa sangat bangga. "Berhasil juga ideku.....kik.....kik....aku memang cerdas," gumamnya. Saat tiba di tengah kerumunan, si wartawan terpana melihat........seekor anak monyet berlumuran darah tergeletak tidak berdaya.
Posted on 07:29
Wednesday, 18 July 2007
Sebuah Tanda Tanya (?)
Sekeliling kita selalu saja memunculkan tanda tanya, sehingga orang pun bertanya tanpa memperdulikan yang ditanya menjawab atau tidak, meskipun ada yang ngotot agar pertanyaannya dijawab. Keanehan-keanehan terus bermunculan tanpa menapikan kalau dari dahulu juga bercokol keanehan-keanehan. Tidak aneh menjadi tidak menarik, tidak menarik pun menjadi tidak layak dibicarakan, akhirnya orang pun tidak ingin mengetahuinya.
Kegemaran (hobby) merupakan salah satu dari sekian banyak keanehan yang membuat orang tertarik, mau membicarakannya dan orang pun terus menerus ingin mengetahuinya. Kegemaran setiap insan selalu berbeda, walaupun yang sama tidak sedikit. Tapi, satu yang pasti sama, penggemar (fans) sangat antusias ketika membicarakan sesuatu atau seseorang yang digemarinya. Apakah semua demikian ? ternyata tidak.
Seorang penulis buku, akan sangat antusias ketika membicarakan permasalahan mengenai bukunya tersebut. Sebagai contoh, buku mengenai filsafat. Niscaya antusias penulisnya akan kelihatan ketika membicarakan Hegel, Plato, Aristoteles dan tokoh lainnya yang menemukan pemikiran-pemikiran berguna ataupun tidak berguna.
Sutradara juga tidak akan merasakan letih, kendati sehari semalam bekerja, antusiasnya pun kelihatan saat orang mempertanyakan film yang telah, sedang dan akan digarapnya. Demikian pula dengan aktris atau aktor dan producer film. Kesan agar kelihatan aneh pun diusahakan untuk muncul, agar menarik dan dibicarakan serta berharap banyak orang ingin mengetahuinya.
Mengajak seorang pengusaha membicarakan politik, mungkin dia akan mengerenyitkan dahi, karena tidak tertarik dan merasa mau pergi ketika orang membicarakannya serta menunjukkan sikap tidak mau tahu. Tapi, ketika tertarik dengan bisnis yang dikelolanya, tanpa diajak bicara pun pengusaha itu akan membicarakan bisnisnya tersebut kepada siapa saja dan dalam kondisi apa saja serta di mana saja(bukan bermaksud menyindir salesman). Kecuali oknum politikus yang membumbui hidupnya dengan menjadi "pengusaha", ?.
Demikian pula seorang jurnalis, ketika membicarakan berita, segala daya diupayakan untuk membicarakannya. Mereka pun berlomba dengan waktu, ngetoplah deadline ("garis kematian"). Tapi, saat off the recorder, mungkin senyumnya pun terpaksa, kalau tidak mau dikatakan dipaksa.
Dunia yang ditekuni di atas, hanya sebagian kecil dari sekian banyak kegemaran yang penuh keanehan, layak dibicarakan dan diketahui. Ironisnya, ketika berbicara dengan seorang pejabat mengenai pekerjaannya atau tupoksinya, ditimang-timang, lebih berat untuk tidak membicarakannya dan tidak boleh mengetahuinya. Terkecuali untuk peningkatan golongan atau sekedar berharap "dilihat" atasan.
Posted on 12:55
Subscribe to:
Posts (Atom)