|
Abdul Fitri |
SINGKAWANG. Hanya gara-gara memotong pembicaraan istri bos-nya, karyawan Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) 64.791.04 di Jalan A Yani Kota Singkawang, Abdul Fitri dipecat. Parahnya lagi, hak-haknya tidak dipenuhi.
"Alasan pemecatan saya tidak jelas seperti itu. Kemudian setelah dipecat, hak-hak saya tidak diberikan, seperti Surat PHK (Pemberhentian Hubungan Kerja, red) dan lainnya," kata Abdul Fitri ditemui wartawan di kediamannya, Rabu (11/5).
Abdul yang bekerja sebagai pengisi bensin di SPBU milik Edy Sudiono mengungkapkan, pemecatan itu dilakukan pada 2 Maret 2011. "Alasannya, karena saya memotong omongan istri bos saya," ujarnya.
Pria yang telah bekerja sejak 23 Desember 1996 di SPBU A Yani Singkawang tersebut menceritakan, waktu itu istri bosnya, Dariah atau biasa disapa Kak Lin berbicara dengan teman kerjanya agar menghentikan pengisian karena kendaraan sudah sampai ke jalan. Tetapi temannya, tidak menggubris dan tetap mengisi bensin.
Karena temannya tidak menghiraukan omongan istri bosnya itu, Abdul pun mengatakan, memang kendaraan itu dari kemarin sudah sampai di jalan. Mendengan jawabannya itu ternyata ibu yang biasa disapanya Kak Lin itu malah marah besar dan mengeluarkan kata-kata kasar yang tidak patut diucapkan. "Sudah lama saya tunggu kamu ini, kamu berhenti saja," kata Abdul menirukan ucapan istri bosnya itu.
Setelah beberapa hari dan mendapatkan saran dari temannya, Abdul pun kembali menemui bosnya untuk meminta surat pemberhentian atau surat PHK, dengan harapan besertanya juga melekat hak bagi karyawan yang dipecat.
"Tetapi bos malah tidak mau mengeluarkan surat itu, dengan alasan ketika mendaftar saya hanya menggunakan KTP tanpa surat lamaran. Padahal ketika itu semua karyawan juga diterima hanya menggunakan KTP tidak ada surat lamaran" papar Abdul.
Kendati telah mengabdi belasan tahun, dari gaji Rp 70 ribu hingga Rp 850 ribu per bulan sebagai karyawan SPBU, Abdul dipecat secara sepihak tanpa disertai hak-haknya. "Saya dibilang masuk hanya begitu, keluarnya juga hanya begitu," sesal Abdul.
Karena ulah mantan bosnya itu, Abdul pun mengadu ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Singkawang. Tetapi, dia malah mendapat penjelasan kalau secara pribadi tidak terdata, karena pemilik SPBU tersebut hanya menyampaikan jumlah karyawannya.
Terkait dengan hak-hak setelah di pecat tersebut seperti pesangon, jasa masa kerja dan lainnya, kata Abdul, menurut Disnaker Kota Singkawnag harus ada Surat PHK. "Disnaker bilang kalau saya menuntut hak-hak saya harus ada surat PHK," jelasnya.
Selanjutnya pada 3 Mei 2011, Disnaker Kota Singkawang bersedia memediasi Abdul dengan Pemilik SPBU untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Tetapi hasilnya sangat merugikan bagi Abdul. Sehingga tidak ditemui kesepakatan, karena pemilik SPBU bersikukuh enggan mengeluarkan surat PHK hingga kini.
Mendapat informasi dari Abdul tersebut, beberapa wartawan berupaya mengkonfirmasikannya ke Edy Sudiono sekitar pukul 11.30 ke SPBU di Jalan A Yani Singkawang. Tetapi, setelah ditunggu hingga pukul 12.00, yang bersangkutan tidak datang ke kantornya itu.
Menurut keterangan salah seorang karyawan di SPBU tersebut, dia tidak mengetahui bosnya datang jam berapa. Tetapi saat diminta nomor kontak, karyawan tersebut mengaku tidak mengetahui nomor kontak atasannya itu.
Beberapa wartawan dari media massa cetak di Kota Singkawang juga ke Disnaker Kota Singkawang untuk mendapatkan penjelasan dari permasalahan pemecatan sepihak tanpa disertai hak-hak tersebut. Tetapi Kepala Disnaker tidak di tempat.
Menurut keterangan Kepala Seksi (Kasi) Pengawas Ketenagakerjaan, Disnakertrans Kota Singkawang, Munjir yang ditemui wartawan. Sebenarnya hal tersebut merupakan permasalahan keluarga. "Kita mengharapkan permasalahan itu juga diselesaikan secara kekeluargaan, kita sudah melakukan mediasi," katanya.
Dari pengakuannya, Disnaker tidak bisa berbuat banyak untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, karena Abdul tidak mempunyai kartu kuning sebelum masuk menjadi karyawan SPBU.
Tetapi, kata Munjir, untuk lebih jelas permasalahan silakan tanya ke Kepala Disnaker, tetapi yang bersangkutan sedang tidak di tempat. "Kita mengharapkan persoalan ini tidak sampai ke persidangan," katanya.
Sementara, menurut Hasan Akbar yang menjadi pendamping Abdul Fitri, kemungkinan besar permasalahan tersebut akan sampai ke persidangan, karena pengusaha SPBU telah banyak melanggar UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Misalnya terhadap pasal 156 UU 13/2003 yang dimewajibkan perusahaan memberikan uang pesangon, jasa masa kerja dan lainnya. "Abdul Fitri telah bekerja belasan tahun, berarti berhak mendapatkan semua hak-haknya sesuai UU ketenakerjaan itu," kata Akbar.
Menurut Akbar, pengusaha SPBU tersebut sangat jelas melanggar Pasal 151 ayat (1) (2), pasal 152, 153 UU 13/2003 terkait alasan PHK terhadap orang yang dipekerjakannya.
"Kita sangat menyayangkan Dinasker terkesan pasif terkait persoalan pemecatan sepihak ini, padahal pengusaha SPBU yang bersangkutan jelas-jelas banyak melanggar UU ketenagakerjaan," sesal Akbar.
Seyogianya, kata Akbar, Disnaker itu lebih bersifat aktif, jemput bola, bukan hanya bergerak begitu ada pengaduan. "Disnaker hendaknya juga mensosialisasikan hak-hak pekerja," tegasnya. (*)