Sunday, 9 May 2010

Pembinaan dan Akreditasi Sekolah Berbanding Terbalik

Posted on 06:25 by Mordiadi

PONTIANAK. Seharusnya pembinaan terhadap sekolah-sekolah menghasilkan akreditasi yang lebih baik dan meningkatkan kualitas pendidikan. Ironisnya, kondisi saat ini justru terbalik, pembinaan terus dilakukan tetapi akreditasinya tidak lebih baik.

"Hal ini seperti ini yang harus dicari apa penyebabnya," kata Drs Akim MM, Kepala Dinas Pendidikan Nasional (Disdiknas) Kalbar ditemui usai Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Kantor Gubernur Kalbar, kemarin (3/5).

Hal ini terkait dengan hasil Ujian Nasional untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat beberapa waktu lalu. Di samping memunculkan rasa kebanggaan karena terjadi meningkatnya tingkat kelulusan, juga meninggalkan kisah mengenaskan karena beberapa sekolah yang tidak berhasil meluluskan seorang pun dari siswanya dan paling banyak sekolah swasta.

Tingkat kelulusan SMA sederajat di Kalbar pada Unas lalu sekitar 95 persen, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sekitar 82 persen. Dari jumlah tersebut, masih terdapat 14 sekolah yang siswanya tidak lulus 100 persen.

Kondisi tersebut memunculkan panilaian kalau pemerintah masih kurang memberikan pembinaan terhadap sekolah, terutama sekolah-sekolah swasta.

Pembinaan yang dimaksudkan tentu saja terkait dengan standar-standar pendidikan nasional yang termaktub dalam penilaian atau lebih dikenal dengan akreditasi.

Hal tersebut jelas saja ditampik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar, karena pembinaan telah diberikan secara merata kepada seluruh sekolah, sebagai contoh ketika dilakukan sertifikasi guru, semua tenaga pendidik itu diharuskan lulus sertifikasi.

Akim menjelaskan, mengenai pembinaan terhadap sekolah-sekolah tersebut merupakan kewenangan masing-masing kabupaten/kota. "Kita kembalikan ke pemerintah kabupaten/kota, yang bertanggungjawab terhadap pembinaan sekolah-sekolah itu," katanya.

Dia menyarankan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk tidak mempertahankan sekolah-sekolah yang dinilai tidak layak untuk terus melangsungkan pendidikan. "Kalau sekolah itu dinilai tidak layak, kenapa tetap dipertahankan," tegas Akim.

Penegasan Akim tersebut, karena melihat kasus pada Unas SMA sederajat beberapa waktu lalu, di mana dalam satu sekolah hanya memiliki lima peserta Unas. Parahnya lagi, kelima peserta tersebut tidak lulus. Sehingga sekolah tersebut dinyatakan tidak lulus 100 persen.
"Ke depannya, sekolah-sekolah seperti itu di-merger (digabung, red) saja. Tetapi tidak langsung begitu saja, harus melalui evaluasi-evaluasi," papar Akim.

Terpisah, Sekretaris Komisi D DPRD Kalbar yang membidangi pendidikan, Andry Hudayawijaya mengungkapkan, kondisi sekolah-sekolah swasta saat ini memang banyak yang kurang memadai. "Fasilitasnya kurang memadai, terutama sekolah-sekolah di daerah pedalaman atau terpencil," katanya.

Permasalahan sekolah swasta di kawasan pedalaman dan terpencil tersebut, menurut Andry, memang agak sulit, karena di satu sisi, masyarakat memang sangat membutuhkannya, sementara di sisi lain sulit untuk memenuhi fasilitasnya. "Karena sekolah swasta ini hanya mengandalkan dana dari yayasannya," ujarnya.

Peran sekolah swasta di daerah pedalaman dan terpencil, kata Andry, tidak bisa ditampik dalam upaya memenuhi pelayanan pendidikan bagi masyarakat, terutama mereka yang kurang mampu. "Apalagi akses ke sekolah negeri yang cukup sulit, baik transportasi maupun lainnya," terangnya.

Dia menambahkan, ketika akan diterapkan disiplin akreditasi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tentunya harus diimbangi dengan pembinaan dari pemerintah. "Selain menjalankan akreditasi sesuai prosedur yang berlaku, pemerintah kabupaten/kota juga harus meningkatkan pembinaannya terhadap sekolah swasta," harap Andry.

Terpisah, Badan Akreditasi Sekolah Menengah (BASM) Kalbar, Prof Dr Aswandi mengungkapkan, bukan hanya sekolah swasta yang tidak terakreditasi, banyak juga sekolah negeri yang tidak lulus standar pendidikan nasional tersebut. "Karena standar untuk menjadi terakreditasi itu sulit bagi mereka," terangnya.

Komponen yang paling banyak tidak terpenuhi terkait kecukupan tenaga pengajar dan sarana prasarana. "Bahkan ada sekolah yang membangun gedung bagus-bagus tetapi tenaga pengajar, sarana dan lainnya masih kurang, sehingga tidak terakreditasi," katanya.

Standar Pendidikan Nasional yang dijadikan patokan dalam menentukan akreditasi tersebut berupa standar kompetensi lulusan, isi, proses, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan pendidikan dan penilaian pendidikan.

Terkait dengan masalah akreditasi sekolah yang berujung pada banyaknya sekolah yang tidak berhasil meluluskan seorang siswanya tersebut, sebenarnya telah dilakukan upaya untuk akreditasi sekolah-sekolah. "Tetapi banyak sekali sekolah dinilai tidak layak terakreditasi," beber Aswandi.

Melihat kondisi inilah, pemerintah harus benar-benar memberdayakan sekolah-sekolah. "Mesti ada upaya keras dari Pemerindah Daerah untuk mempersiapkan sekolah-sekolah agar terakreditasi. Selain itu sekolah-sekolahnya juga membenahi diri," saran Aswandi. (*)

No Response to "Pembinaan dan Akreditasi Sekolah Berbanding Terbalik"

Leave A Reply

BTC

Doge

LTC

BCH

DASH

Tokens

SAMPAI JUMPA LAGI

SEMOGA ANDA MEMPEROLEH SESUATU YANG BERGUNA