Saturday, 17 July 2010
Tarif Parkir Rp 500
Tuesday, 13 July 2010
IKBM Kota Pontianak Siapkan Kapal untuk Pulangkan Gepeng
Antisipasi Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok
Ganti Rugi Mulai Berjalan
Monday, 12 July 2010
Perda Pembatasan Jam Keluar Malam Bagi Remaja
Erwin mewacanakan hal tersebut, karena pergaulan remaja di Kota Pontianak tampak semakin bebas. Lihat saja pada malam hari, terutama Sabtu malam atau malam Minggu, banyak remaja berkeliaran menggunakan pakaian minim di tempat-tempat hiburan, seperti di diskotek, cafe-cafe hingga larut malam.
Para remaja yang sering keluar malam menggunakan pakaian super seksi tersebut, kata Erwin, tentunya sangat rentan terhadap tindakan kejahatan. Selain itu, dapat menjerumuskan remaja tersebut pada perbuatan asusila dan mengkonsumsi Narkotika dan Obat-obat Terlarang (Narkoba).
Apabila dibuatkan Perda yang membatasi waktu remaja keluar malam, misalnya maksimal keluar malam pukul 23.00 atau jam sebelas malam, kata Erwin, setidaknya dapat mengurangi pergaulangan remaja yang semakin bebas ini.
Dengan adanya Perda tersebut kelak, tambah dia, tentunya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) diharuskan bekerja hingga malam hari. "Paling tidak dibuatkan semacam sip tugas untuk malam, jadi Satpol PP itu tidak hanya tugas pada siang hari," kata Erwin.
Dia mengungkapkan, selama ini Satpol PP hanya merazia pada malam-malam atau waktu-waktu tertentu di tempat hiburan. Bila Perda pembatasan keluar malam bagi remaja telah terealisasi, tentunya dia dapat bekerja setiap malam untuk memantau remaja.
Dengan adanya Perda tersebut nanti, kata Erwin, peran orantua pun sangat diharapkan untuk mengawasinya anak-anaknya. Bila tidak anaknya tentunya akan dikenakan sanksi atau diangkut ke Kantor Satpol PP karena melewati batas waktu keluar malam yang telah ditetapkan.
Tidak hanya itu, menurut Erwin, peran pemilik hotel juga sangat diharapkan untuk mengurangi pergaulan bebas para remaja atau anak usia sekolah di Pontianak ini. "Misalnya dengan melarang remaja untuk menginap dengan pasangannya hanya untuk satu malam atau showtime. Kalau sekarang ini kan seperti tidak diperhatikan siapa yang menginap, yang penting bayar," sesalnya.
Tempat-tempat hiburan serupa, tambah dia, juga hendaknya melarang remaja untuk masuk, misalnya ke diskotek atau lainnya. "Dengan pembatasan seperti ini setidaknya dapat memberikan dampak positif bagi para remaja kita," ujar Erwin.
Wacana perda pembatasan waktu keluar malam itu, bukan isapan jempol belaka, menurut Erwin, hal tersebut akan dibawa atau dibahas di tingkat komisi untuk diusulkan ke Badan Legislatif (Banleg).
Terpisah, Ketua Banleg DPRD Kota Pontianak, Pramono Tripambudi SE mempersilakan komisi-komisi untuk mengusulkan konsep (draft) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda). "Untuk Perda inisiatif itu ada proses pengajuan dari komisi-komisi di dewan, kalau tidak dapat diakomodir tahun ini, tentunya diupayakan pembahasannya tahun depan," katanya.
Terkait akan diusulkannya draft Raperda pembatasan waktu keluar malam bagi remaja yang masih akan digodok di Komisi A DPRD Kota Pontianak, Pramono mengatakan, kemungkinan akan dibahas tahun depan. Karena agenda pembahasan Raperda tahun ini, baik inisiatif legislatif maupun usulan eksekutif cukup padat. (*)
Bantuan Operasional RT/RW Idealnya Rp 3 Juta
Di Kota Pontianak terdapat 2.908 RT/RW terdiri atas 590 di Kecamatan Pontianak Utara, 405 di Pontianak Tomur, 201 di Pontianak Tenggara, 488 di Pontianak Selatan, 614 di Pontianak Kota dan 610 di Pontianak Barat.
Kesuksesan Wajar 12 Tahun Terancam
Tak Kalah Semarak dengan di Afrika Selatan
Tinjau Ulang Proses Izin Pemasangan Leding
Saturday, 10 July 2010
Pontianak Kembangkan Pos-PAUD
Pertemuan Borneo Investment Forum
Wujudkan Sekolah Inklusif
“Kalau anak didik dipisahkan, seperti anak yang memiliki kelainan di sekolah terpisah, ini sama saja membatas anak tersebut dalam pendidikan dan bersosialisasi,” kata Arif Joni Prasetyo, Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak ditemui di tempat kerjanya, baru-baru ini.
Sekolah Inklusif merupakan sekolah reguler yang mengkoordinasikan dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama.
Arif menjelaskan, dasar hukum untuk mewujudkan Sekolah Inklusif itu, di antaranya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 (Permendiknas 70/2009) tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
“Secara teknis, Walikota dapat menindaklanjutinya dengan Perwa tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif. Dan keputusan Kepala Diknas terkait dengan petunjuk penyelenggaraan dan menentukan sekolah mana yang dijadikan model sebagai sekolah inklusi,” terang Arif
Sekolah yang ditunjuk untuk menjadi model Sekolah Inklusif, tambah dia, tentunya harus dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai, khususnya tenaga pengajar atau guru yang dibutuhkan.
Arif menilai, prinsip mendasar dari Pendidikan Inklusif ini, yakni selama memungkinkan, semua anak seyogianya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan yang dialami ataupun cacat yang disandangnya.
“Jadi pendidikan inklusif ini, pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, emosional, sosial maupun kondisi lainnya,” terang Arif.
Sekolah inklusif ini merupakan pendidikan yang memungkinkan semua anak belajar bersama-sama tanpa memandang perbedaan yang ada pada mereka. “Pendidikan yang berupaya memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan kemampuannya,” kata Arif.
Dia sangat mengharapkan pada 2011, di Pontianak sudah terdapat sekolah yang ditunjuk menyelenggarakan pendidikan inklusif, untuk jenjang jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). (*)
Kreativitas Kunci Kesuksesan
Orangtua Calon Siswa Baru Kecam Komisi D DPRD Kota Pontianak
“Ketika kami datang ke DPRD untuk mengadu, tidak ada yang menerima aduan kami, karena Komisi D katanya sedang kunker ke luar kota,” kata Rusdiana, salah seorang orangtua calon siswa baru ditemui di DPRD Kalbar, Rabu (7/7).
Rusdiana dan beberapa para orangtua calon siswa baru lainnya merasa kesal karena Komisi D DPRD Kota Pontianak inilah yang membidang persoalan pendidikan di Bumi Khatulistiwa. “Seharusnya mereka menjadwalkan setelah PSB berakhir, kenapa di saat-saat seperti ini,” kesalnya.
Para orangtua calon sisw baru tersebut kesal, karena ketika ingin menyampaikan aspirasinya ke wakil-wakilnya di DPRD Kota Pontianak, justru komisi yang membidangi pendidikan sedang tidak di tempat.
Permasalahan yang diadukan para orangtua calon siswa baru seputar PSB yang dirasakannya tidak adil dan dapat mengancam kelangsungan anaknya untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan yang memadai atau diunggulkan.
Rusdiana menilai, kunker Komisi D bersamaan dengan PSB ini sangat tidak pantas dan tidak mencerminkan sikap wakil rakyat yang memerhatikan kebutuhan dan kepentingan konstituennya.
“Ketika kita butuh mereka, malah berkunjung kerja ke luar daerah. Padahal, kalau bukan kepada mereka, kemana lagi kami harus mengadu mengenai sistem pendidikan di Pontianak yang kami rasa sangat tidak adil, terutama bagi lulusan pertama yang mendapat nilai murni tapi tidak mulus masuk ke sekolah unggulan,” papar Rusdiana.
Dia juga menyampaikan kekecewaannya kepada para legislator yang lebih mementikan agenda lembaganya ketimbang persoalan masyarakat Kota Pontianak itu. “Kecewa sih pasti, malah kita sangat sayangkan sekali, karena kita bingung mau mengadu kemana lagi, ke Dinas Pendidikan tidak ada orang, kita ke DPRD juga sepi, ke mana lagi yang mau menerima tampungan aspirasi dan kekecewaan kita ini,” lirih Rusdiana.
Terpisah, salah seorang Anggota Komisi D DPRD Kota Pontianak yang tidak ikut kunker ke luar kota, Firmansyah juga mengaku kecewa dengan kejadian tersebut. Tetapi, tidak dapat berbuat banyak, karena kunker tersebut sudah ditetapkan Badan Musyawarah (Banmus) jauh-jauh hari.
“Sebenarnya memang bisa ditunda dengan adanya masalah ini, tetapi keberangkatan Komisi D sudah diagendakan oleh Banmus dan diawal-awal Komisi D sudah meninjau sejumlah sekolah, tetapi tidak ada masalah waktu itu, sekarang saja yang bermasalah. Kita menyesalkan juga, tetapi mau bagaimana lagi,” terang Firmansyah.
Kalau ditanya kecewa ia juga mengaku kecewa dengan keberangkatan rekan-rekannya di Komisi D yang membidangi pendidikan tersebut.
“Namun, sekali lagi itu dijadwalkan jauh-jauh hari, bukan baru-baru ini," tegas Firmansyah. (*)
Tingkatkan Kemampuan Olah Vokal dan Jaga Kesehatan
“Melatih olah vokal dan menjaga kesehatan ini harus dilakukan, agar peserta dapat tampil maksimal nantinya,” jelas Paryadi SHut, Wakil Walikota Pontianak ketika melepas Kontingen Pesparawi Kota Pontianak di Rumah Dinas Walikota Pontianak, Kamis (8/7).
Kontingen tersebut akan mengikuti Pesparawi VI Tingkat Provinsi Kalbar yang akan digelar di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu selama lima hari sejak 13 Juli mendatang.
Pesparawi ini merupakan suatu kegiatan paduan suara Gerejawi yang dilaksanakan di beberapa tingkatan, mulai regional atau provinsi hingga ke tingkat nasional. Kali ini di tingkat Kalbar akan dipusatkan di Putussibau.
Pesparawi ini diharapkan menjadi motivasi umat Kristiani untuk menggali bakat-bakatnya di bidang musik, vokal untuk dipersembahkan kepada Tuhan sebagai suatu ekspresi iman.
Paryadi sangat mengharapkan kontingen Pesparawi Kota Pontianak dapat mengharumkan nama Bumi Khatulistiwa ini serta mampu menjadi wakil Kalbar di even tingkat Nasional.
Selain itu, dia juga mengharapkan Pesparawi tingkat provinsi ini dapat memperkokoh kerukunan antarumat beragama. “Kita menyadari bahwa perbedaan itu selalu ada. Jangankan dalam setiap agama, dalam lingkungan keluarga pun pasti ada perbedaan,” jelas Paryadi.
Tetapi, tambah dia, perbedaan itu jangan dijadikan jurang pemisah antara pemeluk agama. “Justru sebagai pemersatu dan saling menghargai antarsesama pemeluk agama,” kata Paryadi.
Di samping berupaya maksimal mengakomodir semua kegiatan-kegiatan keagamaan, Pemkot Pontianak juga berkomitmen penuh untuk memberi perhatian serius terhadap jalannya kerukunan hidup umat beragama. “Semua ini tidak terlepas dari komunikasi yang terjalin dengan baik,” ujar Paryadi. (*)
Calhaj Tetap Disuntik Vaksin Meningitis
“Kita hanya melaksanakan kebijakan pusat,” kata Asy’ari, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak ditemui di halaman Kantor Walikota Pontianak, Rabu (7/7).
Asy’ari menjelaskan, kalau Calhaj tidak disuntik dengan vaksin tersebut, tentunya akan ditolak Pemerintah Arab Saudi yang mewajibkan penggunaannya kepada setiap orang yang akan berangkat ke tanah suci Mekkah.
Vaksin tersebut sangat diperlukan agar Calhaj terhindar dari penyakit meningitis meningkokkus, yakni peradangan pada selaput yang melapisi otak dan saraf tunjang.
Penyakit ini masih menjadi ancaman kesehatan jemaah haji dan umrah, karena masih ditemukan di beberapa negara di dunia, terutama daerah sabuk meningitis di Afrika.
Tetapi, penggunaan vaksin meningitis itu belakangan terakhir dipersoalkan karena kehalalannya. Di dalam vaksin tersebut terdapat protease pepton, semacam enzim yang bersumber dari babi.
Asy’ari mengaku belum mendapat surat edaran dari Kementerian Agama atau Fatwa MUI terkait status hukum penggunaan vaksin untuk mencegah penyakit meningitis itu.
Dikarenakan belum adanya keputusan baru dari MUI mengenai vaksin meningitis itu, pemberian vaksin kepada Calhaj itu berdasarkan Fatwa MUI Nomor U-336/MUI/VI/2010 tanggal 17 Rajab 1431 atau 30 Juni 2010.
Fatwa tersebut menyebutkan, sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penggunaan Vaksin Meningitis bagi Jemaah Haji atau Umrah, penggunaan vaksin meningitis meningokokkus ACQ 135 Y yang tidak halal tersebut hukumnya boleh (mubah) dalam kondisi darurat atau jika kondisi mendesak (lil hajjah).
Ketentuan boleh menggunakan karena darurat itu hanya bersifat sementara hingga ditemukan vaksin yang halal, saat ini sedang diinventarisir. “Persoalan ini sebenarnya sudah sejak tahun lalu, seharusnya segera dipertegas atau dicari alternatifnya, agar calhaj tidak ragu-ragu, mudah-mudahan tidak ada yang tidak mau disuntik vaksin ini,” harap Asy’ari.
Dia mengungkapkan penyuntikan vaksin kepada Calhaj tersebut akan dilakukan pada pertengahan Juli ini. “Saat ini sedang proses penyiapan paspor bagi Calhaj,” ujar Asy’ari. (*)
Pertamina Tak Koordinasi dengan Pemkot Pontianak
“Kalau sudah ribut baru mengajak (koordinasi, red), sebelumnya tidak pernah,” kata H Sutarmidji SH MHum, Walikota Pontianak ditemui di kantornya, Selasa (6/7).
Sutarmidji mengungkapkan, ketika sosialisasi penggunaan tabung elpiji 3 kilogram di Kota Pontianak, Pertamina melakukannya sendiri, karena memang bertanggungjawab 100 persen. “Kita tidak dilibatkan, padahal kita tidak minta uang,” katanya.
Seyogianya, tambah dia, Pertamina berkoordinasi terkait sosialisasi penggunaan elpiji 3 kilogram sejak awal, sehingga masyarakat dapat lebih memahami menggunakannya. “Persoalannya hanya ketidaktahuan masyarakat terhadap penggunaan tabung elpiji itu,” ujar Sutarmidji.
Dia mengatakan, pentingnya berkoordinasi ini, karena Pemkot Pontianak lebih memahami kondisi masyarakatnya, misalnya bagaimana menyampaikan sosialisasi atau bagaimana cara yang harus diterapkan. “Masyarakat itu harus diberi pemahaman,” kata Sutarmidji.
Terkait dengan seringnya terjadi tabung elpiji yang meledak di daerah-daerah lain, menurut Sutarmidji, Pertamina hendaknya segera melakukan tindakan antisipasi agar hal serupa tidak terjadi di Pontianak. “Kita bisa bantu, tetapi kalau tidak ada koordinasi dengan kita bagaimana bisa, tidak akan maksimal,” ujarnya.
Sutarmidji menilai, untuk mengantisipasi terjadinya masalah penggunaan tabung elpiji di Kota Pontianak, sebenarnya tidak terlalu sulit, cukup bagaimana memberi pemahaman kepada masyarakat. “Sebenarnya sederhana, cuma mau tidak mau saja,” katanya.
Sebelumnya, Sales Area Manajer PT Pertamina Kalbar, Ibn Chouldum ketika rapat kerja dengan DPRD Kota Pontianak mengungkapkan telah berkoodinasi dengan Disperindag Kota Pontianak untuk sosialisasi.
Tetapi itu dilakukan setelah sekitar tujuh kali didemo masyarakat terkait program konversi minyak tanah ke elpiji dan penyebaran tabung elpiji 3 kilogram ke masyarakat. (*)
Razia Gepeng setiap Saat
“Saya suruh Satpol PP merazia pagi, siang, sore, malam, begitu ketemu langsung dipulangkan ke daerah asalnya,” tegas Sutarmidji ditemui di Kantor Walikota Pontianak, Selasa (6/7).
Sementara ini, pemulangan Gepeng ke daerah asalnya tersebut memang menjadi satu-satu cara efektif untuk mengurangi penyebarannya di Pontianak yang biasanya semakin membludak menjelang bulan puasa.
Sutarmidji mengungkapkan, dari hasil razia yang dilakukan, terbukti sebagian besar Gepeng yang berkeliaran di Kota Pontainak itu dari Jawa. “Parahnya itu ada yang nampung, disuruh pura-pura cacat lalu mengemis, makanya nanti saya akan koordinasi dengan kepolisian mengenai pasal apa yang bisa dikenakan terhadap penampung Gepeng ini,” katanya geram.
Persoalan Gepeng ini memang membuat Pemkot Pontianak gerah, pasalnya berkali-kali dilakukan razia, tetap saja masih ditemukan Gepeng impor, di antaranya dari Sumenep dan lainnya. “Saya sudah menyurati bupatinya, tetapi belum ada tanggapan,” ungkap Sutarmidji.
Terpisah, Kepala Seksi Penegakan Peraturan dan Perundang-perundangan Satpol PP Kota Pontianak, Rahmat Suprayetno SH membenarkan kalau sebagian besar Gepeng itu diimpor dari luar Kota Pontianak. “Sekitar 16 orang sudah dipulangkan ke daerah asalnya, sisanya kita tidak tahu, karena langsung diserahkan ke dinas sosial,” katanya.
Dia mengatakan, Satpol PP terus menyisir beberapa kawasan yang diduga menjadi tempat beroperasinya para Gepeng tersebut seperti di pasar-pasar tradisional. “Ini untuk mengantisipasi Gepeng lokal atau impor menjelang puasa dan lebaran, yang diduga akan semakin ramai,” kata Rahmat.
Selain itu, tambah Rahmat, satuannya juga memantau setiap kapal yang datang atau sandar di pelabuhan Pontianak. “Sementara ini, dari pantauan sementara, Gepengnya belum terlalu ramai, tetapi kita akan terus mengintenskan razia,” katanya.
Rahmat mengungkapkan, dari razia kemarin saja, Satpol PP menemukan orang yang diduga sebagai penampung dan pemasok Gepeng di Pontianak. Mereka terjaring di rumah kontrakan seputar Jalan Panglima A’im dan Jalan Tritura.
Mereka yang tertangkap itu, Basit atau Basid, warga Sumenep diduga menampung dua Gepeng yakni Munah dan si Adong di salah satu kontrakan di Jalan Panglima A’im. “Sedangkan orang yang diduga memasok Gepeng tersebut ke Pontianak itu istri Basit sendiri, yakni Riskiani,” terangnya.
Sementara di Jalan Tritura, Satpol PP berhasil mengamankan, Saminiatun dan abang iparnya, Abdul Halim atau si Ho. “Mereka datang ke Pontianak berdua, tetapi yang disuruh mengemis si Ho itu,” terang Rahmat, dia mengaku baru sepuluh hari di Pontianak,” katanya.
Tetapi, Saminiatun ini terbukti mengirim uang ke Jawa Timur menggunakan jasa salah satu bank di Pontianak kepada suaminya bernama Pak Sap, pada 11 Mei sebesar Rp 1 Juta dan 24 Mei Rp 1,5 juta. (*)
Majelis Taklim Butuh Manajemen Modern
“Ke depannya kita harapkan Majelis Taklim meninggalkan manajemen konvensional dan menggantinya dengan manajemen modern, agar penyampaian ajaran agama lebih baik lagi,” kata H Razani, Asisten Pemerintahan Kota Pontianak ditemui usai mewakili Walikota Pontianak H Sutarmidji SH MHum membuka Pembinaan Pengurus/Pengelola Lembaga Keagamaan di Kota Pontianak di Aula Rohana Mutahlib, Bappeda Kota Pontianak, Rabu (7/7).
Pentingnya penerapan manajemen modern, kata Razani agar Majelis Taklim bisa dikelola dengan baik. Sehingga dapat melakukan berbagai kegiatan dan bekerjasama, dengan harapkan dapat memacu jemaahnya untuk terus berkomitmen menyukseskan dan menyemarakkan kegiatannya.
Menurut Razani, manajemen Majelis Taklim perlu diperbaiki, karena lembaga keagamaan ini merupakan sarana yang paling efektif untuk mengenalkan dan menyiarkan ajaran-ajaran Islam kepada mayarakat sekitar.
“Dengan berbagai kreasi dan metode, Majelis Taklim menjadi ajang berkumpulnya orang-orang yang berminat mendalami ajaran Islam dan sarana berkomunikasi antarsesama umat,” kata Razani.
Menurut dia, dahulu Majelis Taklim sebatas tempat pengajian yang dikelola secara individu, misalnya Kyai yang merangkap pengurus, pemilik dan pengajar.
“Kemudian Majelis Taklim menjelma menjadi lembaga atau institusi yang menyelenggarakan pengajaran atau pengajian Islam dan dikelola dengan cukup baik, baik oleh individu, kelompok perorangan maupun lembaga atau organisasi,” ungkap Razani.
Dalam prakteknya, kata Razani, Majelis Taklim merupakan tempat pengajaran atau pendidikan agama Islam yang paling fleksibel dan tidak terikat waktu. “Bersifat terbuka terhadap segala usia, lapisan atau strata sosial dan jenis kelamin,” terangnya.
Sehingga Majelis Taklim menjadi lembaga pendidikan keagamaan alternatif bagi umat yang tidak memiliki cukup tenaga, waktu dan kesempatan menimba ilmu agama di jalur pendidikan formal.
Melihat pentingnya keberadaan Majelis Taklim itu, Pemkot Pontianak melalui Bagian Kesra dan Kemasyarakatan Setda Kota Pontianak menggelar pembinaan pengurus/pengelola tersebut.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Bagian (Kabag) Kesra dan Kemasyarakat Setda Kota Pontianak, Zulkarnain mengatakan, pembinaan ini diikuti pengelola lembaga-lembaga keagamaan
Selain pembinaan terhadap Majelis Taklim pada hari pertama, pembinaan pengurus/pengelola lembaga keagamaan ini yang berlangsung selama enam hari sejak kemarin juga akan membina Taman Pendidikan Alquran (TPA) pada hari kedua.
Selanjutnya pada hari ketiga, pembinaan terhadap pengelola/pengurus masjid, hari keempat pengelola/pengurus pondok pesantren, hari kelima pengelola/pengurus rumah ibadah Katholik dan hari terakhir atau hari keenam pembinaan pengelola/pengurus rumah ibadah Kristen. (*)
Orangtua Calon Siswa Baru Stres
“Kami stress, tidak bisa makan dan tidur, karena memikirkan nasib anak kami ini,” kesal Herry, salah seorang orangtua calon siswa di DPRD Kota Pontianak, Selasa (7/7).
Herry merupakan salah seorang dari belasan orangtua calon siswa baru yang kembali mendatangi DPRD Kota Pontianak meminta keadilan dan penjelasan. Sebelumnya karena kalah anaknya kalah bersaing dengan siswa yang luluan Unas Ulangan.
Kekecewaan Herry itu diluapkannya kepada legislator Kota Pontianak, karena standar NEM untuk bisa masuk di tiga SMA yang telah ditetapkan pemerintah sebagai jalur untuk masuk ke SMA Negeri 10 tanpa pemberitahuan kepada orangtua calon siswa.
“Para orangtua banyak yang tidak mengetahui kalau standar NEM untuk dapat masuk itu berbeda-beda, akhirnya banyak yang stres, padahal waktu pendaftarannya mepet,” kata Herry.
Sebelumnya, Dinas Pendidikan Kota Pontianak membuka SMA Negeri 10 di Jalan Purnama untuk menampung siswa lulusan Unas Utama yang tidak dapat masuk ke sekolah-sekolah unggulan.
Ternyata, setelah dibuka PSB di SMA 10 melalui tiga SMA itu orangtua dibuat pusing karena standar NEM di tiga SMA tersebut berbeda; SMA Negeri 4 mengambil nilai terendah yang diterima 27,5. SMA Negeri 8 yang diterima 28,5 dan SMA Negeri 7 yang diterima 26,85. “Ini tanpa pemberitahuan sebelumnya, padahal kebanyakan orangtua banyak yang mendaftar ke SMA yang lebih dekat dengan rumahnya,” ujar Herry
Kalau perbedaan standar minimal NEM yang diterima di tiga sekolah itu diketahui para orangtua sebelumnya, tentunya akan mendaftar sesuai kemampuan NEM anak-anaknya. “Tentunya kami lebih memilih yang sesuai dan peluang diterimanya lebih besar, logikanya kan seperti itu,” kata Herry.
Dengan kondisi tersebut, memunculkan kekhawatiran para orangtua kalau anaknya tidak diterima juga di SMA Negeri 10 Pontianak yang baru dibuka itu. (*)
Kompensasi untuk Unggas yang Dimusnahkan
"Tetapi ini masih wacana, nilainya sedang dibahas, sementara disepakati setiap induk ayam yang dimusnahkan dihargai Rp 15 ribu, sedangkan untuk itik Rp 10 ribu per ekor," terang drh Aswin Dja'far, Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan (Distanterhut) Kota Pontianak kepada wartawan, Selasa (6/7).
Aswin menjelaskan, pemberian kompensasi kepada peternak yang unggasnya dimusnahkan karena terserang flu burung itu, baru dapat diusulkan bila sistem stamping out ini selesai.
Dia mengungkapkan, sejak diterapkannya sistem stamping out pada Juni lalu hingga kini, unggas yang dimusnahkan baru sekitar 150 ekor, tersebar di semua kecamatan di Kota Pontianak. "Tim kita terus bekerja keras mencari unggas yang terserang flu burung, untuk dimusnahkan," terang Aswin.
Masyarakat hendaknya pro-aktif melaporkan ke tim Distanterhut Kota Pontianak, bila menemukan atau mengetahui kalau di sekitarnya terdapat unggas yang terserang flu burung. "Agar petugas tidak bolak-balik di suatu tempat untuk mencari atau menemukannya," kata Aswin.
Selain itu, tambah Aswin, masyarakat juga harus merelakan kalau unggasnya yang terserang flu burung dimusnahkan. "Pilih mana, sayang sama unggas atau dengan nyawa sendiri, karena flu burung juga mematikan bagi manusia," ingatnya.
Bila sistem stamping out selesai, Distanterhut Kota Pontianak pun akan membuat berita acaranya. Di dalamnya akan terdata jumlah unggas yang dimusnahkan dan juga terdapat kejelasan kalau pemusnahan telah selesai. Di situ juga akan diusulkan kompensasi bagi peternak yang unggasnya dimusnahkan.
Selanjutnya berita acara itu disampaikan ke Walikota Pontianak agar dapat mempertimbangkan pemberian kompensasi itu. "Kalau belum selesai bagaiman bisa membuat berita acaranya dan mengusulkan kompensasi bagi peternak itu," ujar Aswin. (*)
Bantuan RT/RW Naik 3 Kali Lipat
PONTIANAK. Bantuan operasional dari Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak kepada RT/RW tahun ini melonjak hingga tiga kali lipat dibandingkan 2009, dari Rp 250 ribu menjadi Rp 750 ribu per tahun atau meningkat 300 persen.
"Kenaikan bantuan operasional mencapai 300 persen ini sesuai dengan komitmen Walikota dan Wakil Walikota Pontianak," terang Suparma, Kepala Bagian (Kabag) Tata Pemerintah Sekretaris Daerah (Setda) Kota Pontianak ditemui usai menyerahkan bantuan operasional RT/RW di Gedung Serbaguna Kantor Camat Pontianak Utara, Selasa (6/7).
Komitmen yang dimaksudkan tersebut, Pemkot Pontianak akan meningkatkan jumlah bantuan operasional bila terjadi peningkatan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) guna mendongkrak Pendapatan Asli daerah (PAD).
Suparma menjelaskan, seluruh RT/RW di Kota Pontianak mendapat bantuan operasional tersebut, tetapi dilakukan secara bertahap. Kemarin diserahkan kepada 590 RT/RW di kecamatan Pontianak Utara.
Pemberian bantuan operasional tersebut, kata Suparma, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota Pontianak Nomor 148 Tahun 2010 tentang Pemberian Bantuan Kepada RT/RW seluruh Kota Pontianak.
Suparman mengatakan, bantuan operasional berupa alat tulis kantor, administrasi dan kegiatan-kegiatan lainnya yang menunjang kemasyarakatan kepada RT/RW itu nilainya memang tidak seberapa.
"Ini hanya sebagai bentuk apresiasi Pemkot karena RT/RW sangat banyak membantu pemerintah di bidang pembangunan, kemasyarakatan dan pemerintahan," terang Suparma.
Selama ini, tambah dia, Pemkot Pontianak merasa sangat terbantu dengan kinerja para pengurus RT/RW terutama terkait upaya menciptakan tertib administrasi kependudukan di Kota Pontianak, pelayanan sosial dan penciptaan kesejahteraan masyarakat.
Suparma mengungkapkan, dari 526 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, baru Kota Pontianak yang memberikan bantuan operasional kepada RT/RW seperti ini.
Terpisah, Walikota Pontianak H Sutarmidji SH MHum, berjanji akan meningkatkan lagi bantuan operasional bagi RT/RW bila pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) meningkat signifikan di tahun mendatang.
"Kalau pembayaran PBB tahun depan over target (melebihi target, red), bantuan operasional ini akan kita tingkatkan. Tetapi, kalau (PBB) tidak meningkat, bantuan dana operasional ini akan diturunkan," tegas Sutarmidji.
Dengan kata lain, pemberian bantuan operasional kepada RT/RW tersebut sebagai "bonus" karena telah membantu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor PBB.
Sutarmidji menjelaskan, dari hasil PBB ini akan digunakan untuk membangun infrstruktur jalan, memberikan Jaminan Kesehatan Masyarakat Kota (Jamkesko) dan bantuan RT/RW itu.
Sementara itu, jumlah keseluruhan RT/RW di Kota Pontianak mencapai 2.908 terdiri atas 590 RT/RW di Kecamatan Pontianak Utara, 405 di Pontianak Timur, 201 di Pontianak Tenggara, 488 di Pontianak Selatan, 614 di Pontianak Kota dan 610 di Pontianak Barat.
Selain memberikan bantuan operasional, Pemkot Pontianak juga membekali para pengurus RT/RW tersebut agar memiliki wawasan yang luas terutama dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. (*)
Dua Orang Meninggal Karena DBD
"Dua orang yang meninggal ini karena terlambat untuk ditangani. Mungkin dikarenakan ketidakpahaman keluarga untuk segera membawa atau merujuknya ke rumah sakit bila ditemukan gejala-gejala DBD," kata drg Multi Junto Bhatarendro, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pontianak ditemui di sela Seminar Pemanasan Global (Global Warming) di Hotel Kartika, Selasa (6/7).
Multi menjelaskan, pihak keluarga tidak mengetahui kalau kedua orang tersebut mengalami gejala DBD, karena masa inkubasinya selama tujuh hari itu tidak dapat dilihat. "Oleh karenanya, ketika demam, segeralah dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan, agar dapat dilakukan pendeteksian dini dan diberikan penanganan yang tepat," harapnya.
Dikatakan Multi, kedua orang yang meninggal dunia akibat DBD tersebut merupakan warga Pontianak Timur dan Pontianak Utara. "Hal ini menujukkan kalau DBD tidak lagi berisfat sporadis. Tetapi sudah merata di enam kecamatan-kecamatan di Pontianak, karena sebelumnya paling banyak itu ditemukan kasus di Kecamatan Pontianak Kota dan Pontianak Barat," terangnya.
Tahun ini, jumlah kasus DBD di Kota Pontianak memang lebih rendah dari tahun lalu–di mana kondisinya dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB)– ditemukan sekitar 300 kasus, sekitar 80 orang di antaranya meninggal dunia.
Tetapi, tidak menutup kemungkinan tahun ini akan terjadi peningkatan jumlah kasus DBD bila tidak dilakukan pemotongan mata rantai penyebaran virusnya misalnya dengan membasmi jentik-jentik dan sarang nyamuk.
Dia sangat mengharapkan, tahun ini di Kota Pontianak tidak terjadi peningkatan jumlah kasus DBD. "Mudah-mudahan hingga Desember 2010, kasus DBD tidak mencapai 75 kasus," harap Multi.
Untuk menanggulangi dan mengantisipasi bertambahnya jumlah DBD, kata Multi, Pemkot telah menyiapkan dana Rp 300 juta pengadaan bubuk abate guna membasmi jentik-jentik. "Tetapi ketersediaan abate ini baru 10 persen dari kebutuhan Kota Pontianak yang memiliki sekitar 600 ribu kontainer air," katanya.
Selain itu, Pemkot juga menggencarkan fogging sebagai upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). "Juli dan Desember ini akan dilakukan fogging lagi," terang Multi.
Kemudian, enam Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kota Pontianak juga mendapat kucuran dana sekitar Rp 600 juta untuk PSN atau masing-masing Puskesmas kecamatan mendapat Rp 100 juta. "Alat fogging kita kini sudah tersedia 60 unit, karena tahun ini ada penambahan 14 unit," ungkap Multi.
Dia mengungkapkan, untuk penanggulangan DBD di Kota Pontianak ini memang telah dialokasikan sekitar Rp 2 miliar. Tetapi hal tersebut akan sia-sia bila tidak dibarengi dengan peran masyarakat itu sendiri.
Multi mengharapkan masyarakat memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungannya masing-masing–terutama di daerah pemukiman ramai penduduk dan menerapkan pola hidup sehat. "Kita juga minta peran aktif masyarakat untuk tidak memberikan kesempatan berkembangnya jentik-jentik, misalnya dengan 3M (Menimbun, Menutup, dan Menguras, red) atau lainnya," katanya. (*)
Urus Izin via Faksimili
"Apabila ada orang dari luar Kota Pontianak yang hendak mengurus perizinan, cukup melalui faksimili. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dan selanjutnya kita proses. Setelah selesai proses perizinannya baru dia datang ke Pontianak untuk mengambil izin tersebut, jadi tidak perlu bolak-balik," kata H Sutarmidji SH MHum, Walikota Pontianak ditemui di tempat kerjanya, Selasa (6/7).
Sutarmidji menyampaikan idenya tersebut setelah berdiskusi dengan Ekonomic Officer Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS), Joshua Finch.
Kunjungan Finch tersebut untuk bersilaturrahmi sekaligus melihat potensi serta membahas atau berdiskusi mengenai perkembangan perekonomian dan pembangunan Kota Pontianak, termasuklah di dalamnya mengenai proses-proses perizinan.
Dalam silaturrahmi dengan Finch tersebut, Sutarmidji juga memaparkan kondisi sosial ekonomi masyarakat Kota Pontianak, keaamanan, ketertiban, infrastruktur dan penanganan kemiskinan.
Mengenai kemiskinan ini, Sutarmidji juga menyinggung ketidakefektif pemberian beasiswa ke pelajar yang selama ini melalui Kantor Pos. "Ini kurang maksimal dalam mengentaskan kemiskinan, karena bisa saja dana beasiswa itu digunakan untuk keperluan di luar pendidikan," terangnya.
Sutarmidji menjelaskan, orang dikatakan miskin bisa tidak memiliki tabungan minimal Rp 500 ribu. "Oleh karenanya, lebih baik, dana beasiswa Rp 700 ribu per siswa itu dimasukkan ke bank dan dibuatkan buku tabungan masing-masing, ini lebih efektif," katanya. (*)
SMA Negeri 10 Bukan Buangan
"SMA Negeri 10 ini bukan sekolah buangan, dan kita tidak memaksa kalau seandainya tidak mau, tidak jadi masalah," kata Sutarmijdi ditemui ketika meninjau proses Pendaftaran Siswa Baru (PSB) di SMP Negeri 1 Pontianak, Senin (5/7).
Sutarmidji menjelaskan, SMA Negeri 10 dibuka karena SMA Negeri 8 yang dulu menempati (menumpang) di gedung SMA di Jalan Purnama itu telah kembali gedungnya yang telah rampung dibangun. "SMA Purnama (eks-gedung SMA Negeri 8, red) itu terdapat 20 ruang kosong, makanya kita putuskan untuk membuka SMA Negeri 10 di sana," katanya.
Untuk penerimaan siswa di SMA Negeri 10 tersebut, Sutarmidji telah memerintahkan Dinas Pendidikan Kota Pontianak untuk membuka pendaftaran di SMA Negeri 4, SMA Negeri 7 dan SMA Negeri 8.
Terkait guru-guru yang akan mengajar di SMA Negeri 10, ungkap Sutarmidji, telah disiapkan dengan memindahkan guru-guru dan SMA lainnya. "Guru-guru yang ada sekarang ini buat lima sekolah pun masih cukup," ungkapnya.
Dibukanya SMA Negeri 10 ini, tambah Sutarmidji, sebagai salah satu bentuk upaya Pemkot Pontianak untuk menyediakan infrastruktur pendidikan yang layak bagi anak usia sekolah di Pontianak.
Selain membuka SMA Negeri 10 tersebut, Pemkot juga akan membuka SMP Negeri 24 untuk menampung calon siswa yang tidak diterima di SMP Negeri 1 karena tidak memenuhi Nilai Evaluasi Murninya (NEM) tidak memenuhi rangking yang ditetapkan. " Yang mendaftar di SMP 1 yang tidak diterima rangking sesuai NEM, kita tawarkan di SMP 24 ini," terang Sutarmidji.
Dalam kesempatan tersbeut, Sutarmidji juga menjelaskan tidak akan ada perpanjangan waktu pendaftaran bagi siswa baru yang berakhir hari ini. "Tidak ada perpanjangan waktu untuk pendaftaran siswa baru," tegasnya. (*)
Siswa Lulus Unas Utama Kalah Saing
"Kenapa anak yang lulus Unas Ulangan bisa diterima. Sedangkan anak kami yang lulus Unas Utama tidak bisa diterima," kesal Dasuki, salah seorang orangtua siswa ketika menyampaikan aspirasinya di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kota Pontianak, Senin (5/7).
Dasuki kesal karena anaknya yang berhasil lulus Unas Utama dengan Nilai Evaluasi Murni (NEM) sekitar 30 tidak diterima di sekolah favorit di Pontianak, sedangkan teman sekelas anaknya yang baru berhasil lulus setelah mengikuti Unas Ulangan justru diterima di sekolah yang sama.
Anak Dasuki tidak diterima di beberapa sekolah favorit di Pontianak, karena kalah rangking (nilai) dari teman-temannya yang "didorong" untuk lulus melalui Unas Ulangan. "Teman-teman sekelas anak saya yang Unas Ulangan, justru nilainya lebih tinggi, itu yang menjadi patokan sekolah menempatkan anak tersebut dirangking atas pada penerimaan siswa baru," jelasnya.
Hal serupa dirasakan puluhan orangtua calon siswa baru lainnya. Sehingga mereka berbondong-bondong ke DPRD Kota Pontianak menuntut keadilan pagi kemarin. Di antara para orangtua tersebut, juga membawa anaknya yang tidak diterima di beberapa sekolah–karena kalah bersaing dengan yang lulus Unas Ulangan.
Puluhan orangtua calon siswa baru beserta beberapa orang anaknya itu membawa spanduk dari kertas karton bertuliskan berbagai tuntutannya kepada pemerintah, terutama Dinas Pendidikan Kota Pontianak.
Tuntutan tersebut di antaranya, Dinas Pendidikan Kota Pontianak hendaknya mengeluarkan kebijakan agar siswa yang lulus Unas Utama lebih diprioritaskan untuk diterima di sekolah lanjutan.
Selain itu, diterima atau tidaknya calon siswa yang mendaftar hendaknya didasarkan pada Standar Kenaikan/Kelulusan. Mereka juga menuntut agar penerimaan sekolah–yang berakhir hari ini–ditunda atau diulang.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak, Herry Mustamin yang menerima kedatangan puluhan orangtua calon siswa baru itu, meminta kehadiran Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak untuk menjelaskan persoalan tersebut.
Setelah beberapa lama ditunggu, ternyata Kepala Dinas Pendidikan tidak dapat hadir, karena sedang menghadiri rapat dengan kepala-kepala sekolah seluruh Pontianak. "Sebetulnya saya tersinggung dengan ketidakhadiran Kepala Dinas Pendidikan karena sudah diundang, tetapi karena ada keperluan lain yang juga penting, ini tidak jadi masalah," kata Herry.
Untuk mewakili Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak tersebut, hadir Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Menengah, Dinas Pendidikan Kota Pontianak, Dwi Suryanto.
Dwi menjelaskan, pemerintah pusat telah menentukan kalau siswa yang lulus Unas Utama dengan Ulangan memiliki porsi yang sama untuk mendaftar ke sekolah manapun di Pontianak. "Kita tidak bisa membuat kebijakan selain dari pada itu, kita tidak bisa seperti memprioritas siswa yang lulus Unas Utama ketimbang siswa yang lulus Unas Ulangan, karena kita tidak punya payung hukumnya," ujarnya.
Penjelasan yang panjang lebar dari Dwi ternyata tidak dapat diterima para orangtua siswa yang sebagin besar ibu-ibu itu. Celukan-celukan pun sering terdengar dari ibu-ibu yang merasa anaknya diperlakukan tidak adil itu. Sehingga kerap kali Wakil DPRD Kota Pontianak Herry Mustamin yang didampingi beberapa legislator lainnya berupaya menenangkan orangtua calon siswa baru itu.
Salah seorang orangtua siswa, Mardiana mengharapkan Dinas Pendidikan Kota Pontianak mengeluarkan kebijakan untuk memprioritaskan anak yang lulus Unas Utama. "Ini dilakukan di Sambas, di sana saja bisa kenapa di sini (Kota Pontianak, red) tidak bisa," katanya.
Dia juga mengungkapkan, sebenarnya para orangtua calon siswa baru ini tidak mempersoalkan kalau anaknya tidak diterima di suatu sekolah karena tersingkir akibat siswa lainnya yang lulus Unas Utama. "Sekarang ini, anak kami yang lulus Unas Utama tapi tidak bisa diterima karena rangkingnya kalah dari siswa yang lulus Unas Ulangan, makanya kami ini datang kemari (DPRD Kota Pontianak, red,)," kata Mardiana.
Karena pihak Dinas Pendidikan Kota Pontianak dan para orangtua calon siswa baru itu tetap ngotot dengan pendiriannya dan keinginannya masing-masing, pimpinan rapat pun akan mengadakan rapat koordinasi dua jam berikutnya.
Rapat koordinasi tersebut melibatkan Kepala Dinas Pendidikan, Ketua DPRD Kota Pontianak beserta anggotanya dan para orangtua siswa, guna mencari jalan keluar (solusi) dari permasalahan tersebut. (*)
“Lebih Baik Ikut Unas Ulangan”
"Kalau tahu begini lebih baik saya ikut Unas Ulangan daripada yang Utama," kata Novita, siswa SMP 9 yang lulus melalui Unas Utama ditemui di DPRD Kota Pontianak, Senin (5/7).
Novita mendatangi DPRD Kota Pontianak itu bersama orangtuanya dan orangtua lainnya menuntut keadilan dari pemerintah, karena yang lulus Unas Utama kalah bersaing dengan yang lulus melalui Unas Ulangan.
Novita yang lulus Unas Utama di SMP Negeri 9 Pontianak mencoba mendaftar di beberapa sekolah, tetapi selalu kalah rangking dengan calon siswa barunya. Ironisnya, yang menyingkirkan rangkingnya itu justru teman sekelasnya yang notabene tidak lulus pada Unas Utama lalu mengikuti Unas Ulangan. "Kawan-kawan yang lulus Unas Ulangan, nilainya di atas 32 sedangkan saya tidak sampai segitu," lirihnya.
Di beberapa sekolah yang dianggap favorit di Pontianak, penerimaan siswa baru berdasarkan perangkingan Nilai Evaluasi Murni (NEM) tanpa memandang siswa tersebut lulus Unas Utama atau Ulangan.
Akibatnya, siswa yang lulus Unas Utama tersingkir, karena siswa yang lulus Unas Ulangan NEM-nya lebih baik atau lebih tinggi. Oleh karenanya, bila sebelumnya yang lulus Unas Utama bersyukur, kini justru menyesal.
Penyesalan siswa yang lulus Unas Utama itu tentunya sangat mengkhawatirkan bagi orangtuanya, karena perkataan yang keluar dari mulut anaknya hanya menyesal lulus Unas Utama.
Salah seorang orangtua siswa, Dasuki mengaku sangat khawatir dengan kondisi psikologis anaknya. "Kalau dulu banyak gantung diri itu karena tidak lulus Unas Utama, sekarang bisa-bisa yang lulus Unas Utama yang bunuh diri," sesalnya.
Hal senada juga diakui beberapa orang tua lainnya terhadap kondisi psikologis anaknya. Bahkan mereka merasa usahanya selama ini untuk mendorong anaknya belajar keras agar lulus Unas Utama sia-sia.
Seperti diakui orangtua siswa lainnya, Arifin. "Percuma saja kita memaksa anak untuk belajar, meninggal kegiatan-kegiatan lainnya, agar anak kita lulus Unas Utama, toh sekarang justru mereka kalah dengan yang tidak lulus Unas Utama, tapi lulus di Unas Ulangan," katanya.
Arifin berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan membatasi siswa yang lulus Unas Ulangan di setiap sekolah atau dengan kata lain lebih memprioritaskan anak yang lulus Unas Utama. "Bila tidak ini akan berpengaruh pada pendidikan kota Pontianak ke depannya, nanti siswanya tidak mau belajar ketika menghadapi Unas Utama, mereka lebih suka mengikuti Unas Ulangan, yang katanya mendapat bocoran guru dan lainnya," bebernya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak, Drs Mulyadi Sukir ST MT yang menghadiri rapat koordinasi dengan DPRD Kota Pontianak siang kemarin mengatakan, tidak memiliki dasar untuk membedakan antara lulusan Unas Utama dengan siswa lulus Unas Ulangan. "Tidak ada dasar yang kuat, bahkan dari provinsi sudah menegaskan bahwa tahap pertama dan kedua, mempunyai kesempatan yang sama," terangnya.
Semula, terang dia, akan dibuat bobot tertentu untuk penerimaan siswa baru, misalnya bagi yang lulus Unas Utama mendapat bobot dua, sedangkan yang lulusn Unas Ulangan hanya mendapat bobot satu. Sehingga Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU) akan diberi tanda bintang.
"Tetapi yang jadi persoalan, mereka yang mengulang itu tidak semua mata pelajaran, hanya satu mata pelajaran, sedangkan yang lainnya tinggi," ungkap Mulyadi
Kalau siswa tersebut mengulang seluruh mata pelajaran, kata Mulyadi, itu lain persoalan. "Lagi pula ini kebijakan pusat, kita tidak bisa mengambil kebijakan selain dari pada itu," katanya.
Mulyadi mengatakan, sebetulnya persoalan seperti ini sudah diperkirakan, sehingga disiapkanlah SMA Negeri 10 khusus siswa yang lulus Unas Utama itu. "Karena kalau kita mencegah siswa yang unas tahap kedua, itu tidak ada dasar hukum yang kuat, nanti orangtua siswa ini lagi yang protes, kan tidak akan selesai persoalannya," terangnya.
Oleh karenanya, solusi yang ditawarkan, kata Mulyadi, Pemkot Pontianak menyiapkan SMA Negeri 10 Pontianak yang memiliki 20 lokal. "Sebenarnya tahun lalu sudah menerima siswa, tetapi karena proses pembangunan SMA Negeri 8 (yang numpang di SMA 10 itu, red), penerimaannya ditunda tahun ini, jadi bukan dikarenakan ada demo lalu disiapkan sekolah itu," paparnya.
Mulyadi juga mengungkapkan kalau SMA Negeri 10 Pontianak ini bukan untuk menampung siswa buangan sekolah seperti anggapan beberapa orangtua calon siswa baru. "Gurunya sudah disiapkan, sarannya kita lengkapi, terdapat laboratorium dan lainnya, ini bukan sekolah buangan," tegasnya.
Untuk pendaftaran di SMA Negeri 10 ini, kata Mulyadi, dilakukukan di tiga sekolah, yakni 40 orang siswa di SMA Negeri 7, 60 siswa di SMA Negeri 4 dan 60 di SMA Negeri 8. "Jadi totalnya terdapat 160 siswa," jelasnya. (*)