Saturday, 17 July 2010

Tarif Parkir Rp 500

PONTIANAK. Pemerintah telah menetapkan setiap kendaraan bermotor roda dua yang parkir dikenakan tarif Rp 500. Tetapi hanya berlaku di titik parkir legal atau resmi.

“Tarif parkir itu Rp 500 untuk kendaraan bermotor roda dua, tetapi itu hanya berlaku di titik parkir yang resmi atau legal di Kota Pontianak, kalau di tempat ilegal tidak mau jukir-nya (juru parkir) dibayar Rp 500, maunya Rp 1.000,” ungkap Pramono Tripambudi, Anggota Komisi C DPRD Kota Pontianak ditemui Equator di ruang kerjanya, Jumat (16/7).

Sementara bila dibandingkan yang resmi, titik parkir yang ilegal lebih banyak. “Untuk membedakan mana titik parkir resmi dan tidak lihat saja seragam jukirnya,” kata Pramono.

Jukir resmi mengenakan seragam warna biru yang dikeluarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak. Beberapa persen dari pendapatannya masuk ke kas daerah.

Bila dibandingkan, kata Pramono, jukir resmi lebih sedikit ketimbang yang ilegal di Kota Pontianak. “Tetapi, pemerintah tidak menertibkan jukir ilegal ini, karena akan menghabiskan energi saja, apalagi ini kaitannya dengan orang mencari nafkah,” terangnya.

Dari pada menghabiskan energi, Pramono menyarankan Pemkot Pontianak untuk melegalkan titik-titik parkir yang ilegal itu beserta jukirnya.

Dengan melegalkan parkir-parkir liar di Kota Pontianak, tentunya pendapatan di daerah akan bertambah, karena menurut Pramono, potensi pemasukan dari parkir ini cukup besar.

Dia menilai, potensi pendapatan dari parkir cukup besar, karena melihat pertambahan jumlah kendaraan bermotor di Pontianak, serta semakin banyaknya perparkiran.

Peluang peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi parkir itu, menurut Pramono, hendaknya segera diambil. “Pemkot dapat bekerjasama dengan jukir-jukir itu, berapa persen misalnya hasil dari parkir itu masuk ke kas daerah,” sarannya. (*)

Tuesday, 13 July 2010

IKBM Kota Pontianak Siapkan Kapal untuk Pulangkan Gepeng


Pontianak. Ikatan Keluarga Besar Madura (IKBM) Kota Pontianak bersedia menyiapkan kapal untuk mendeportasi atau mengembalikan Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) ke daerah asalnya di Jawa Timur (Jatim).

“Kita bersedia membantu Pemkot Pontianak untuk mengembalikan Gepeng itu ke daerah asalnya, kita telah menyiapkan armada kapal,” kata M Fauzi, Ketua IKBM Kota Pontianak ditemui di DPRD Kota Pontianak, Selasa (13/7).

Fauzi yang juga legislator Kota Pontianak ini mengatakan, pihaknya siap membantu Pemkot Pontianak tersebut, karena merasa risih dan malu atas kehadiran Gepeng yang sebagian besar dari etnis Madura di Jawa Timur. “Terus terang saya merasa risih dan malu. Kalau mereka datang ke sini mencari nafkah dengan cara yang benar tentu tidak masalah, tetapi kalau menjadi Gepeng seperti itu, tentunya membuat kita risih,” katanya.

Gepeng yang berhasil dirazia Satpol PP sebagian besar memang dari Jatim terutama daerah Sumenep. Pemkot telah mengembalikan enam orang Gepeng ke daerah asalnya. Sedangkan IKBM Kota Pontianak telah mengembalikan lima orang Gepeng.

Fauzi mengungkapkan, lima orang Gepeng itu dikembalikan IKBM secara mandiri ke daerah asalnya. “Ini salah satu bentuk komitmen kita membantu Pemkot Pontianak membersihkan Kota Pontianak dari Gepeng,” katanya.

Dia menceritakan, kelima orang Gepeng tersebut ditangkap warga ketika sedang meminta sumbangan di seputar kawasan Batu Layang. “Kita merasa curiga dengan para peminta sumbangan itu. Setelah dibuktikan ternyata sumbangan itu fiktif,” ujar Fauzi.

IKBM Kota Pontianak juga sempat “menginterogasi” dari hati ke hati para peminta sumbangan fiktif itu, dari pengakuan mereka, diketahui terdapat koordinator yang sengaja mendatangnya ke Pontianak. “Makanya kita meminta Pemkot untuk segera menangkap koordinator dan penampung Gepeng itu, mengenai pengembaliannya ke daerah asalnya, kita bersedia membantu dengan menyediakan kapal,” terang Fauzi.

Selain itu, Fauzi juga meminta Pemkot Pontianak memperketat pengawasan di pelabuhan menjelang bulan puasa dan lebaran ini. Karena tampaknya semakin banyak yang datang ke Pontianak menjadi Gepeng atau peminta sumbangan fiktif dengan dalih untuk pembangunan tempat ibadah atau panti asuhan di daerah Jatim.

Sebelumnya, Walikota Pontianak H Sutarmidji SH MHum telah memerintahkan Satpol PP untuk merazia Gepeng itu secara rutin. “Saya suruh Satpol PP merazia pagi, siang, sore, malam, begitu ketemu langsung dipulangkan ke daerah asalnya,” tegasnya.

Sementara ini, pemulangan Gepeng ke daerah asalnya tersebut memang menjadi satu-satu cara efektif untuk mengurangi penyebarannya di Pontianak, yang biasanya semakin membludak menjelang bulan puasa.
Sutarmidji mengungkapkan, dari hasil razia yang dilakukan, terbukti sebagian besar Gepeng yang berkeliaran di Kota Pontainak itu dari Jatim.

“Parahnya itu ada yang nampung, disuruh pura-pura cacat lalu mengemis, makanya nanti saya akan koordinasi dengan kepolisian mengenai pasal apa yang bisa dikenakan terhadap penampung Gepeng ini,” kata Sutarmidji geram.

Persoalan Gepeng ini memang membuat Pemkot Pontianak gerah, pasalnya berkali-kali dilakukan razia, tetap saja masih ditemukan Gepeng impor, di antaranya dari Sumenep dan lainnya. “Saya sudah menyurati bupatinya, tetapi belum ada tanggapan,” ungkap Sutarmidji.

Terpisah, Kepala Seksi Penegakan Peraturan dan Perundang-perundangan Satpol PP Kota Pontianak, Rahmat Suprayetno SH membenarkan kalau sebagian besar Gepeng itu diimpor dari luar Kota Pontianak. “Sekitar 16 orang sudah dipulangkan ke daerah asalnya, sisanya kita tidak tahu, karena langsung diserahkan ke dinas sosial,” katanya.

Dia mengatakan, Satpol PP terus menyisir beberapa kawasan yang diduga menjadi tempat beroperasinya para Gepeng tersebut seperti di pasar-pasar tradisional. “Ini untuk mengantisipasi Gepeng lokal atau impor menjelang puasa dan lebaran, yang diduga akan semakin ramai,” kata Rahmat.

Selain itu, tambah Rahmat, satuannya juga memantau setiap kapal yang datang atau sandar di pelabuhan Pontianak. “Sementara ini, dari pantauan sementara, Gepengnya belum terlalu ramai, tetapi kita akan terus mengintenskan razia,” katanya.

Rahmat mengungkapkan, dari razia kemarin saja, Satpol PP menemukan orang yang diduga sebagai penampung dan pemasok Gepeng di Pontianak. Mereka terjaring di rumah kontrakan seputar Jalan Panglima A’im dan Jalan Tritura.

Mereka yang tertangkap itu, Basit atau Basid (berdasarkan dua KTP yang dimilikinya), warga Sumenep diduga menampung dua Gepeng yakni Munah dan si Adong di salah satu kontrakan di Jalan Panglima A’im. “Sedangkan orang yang diduga memasok Gepeng tersebut ke Pontianak itu istri Basit sendiri, yakni Riskiani,” terangnya.

Sementara di Jalan Tritura, Satpol PP berhasil mengamankan, Saminiatun dan abang iparnya, Abdul Halim atau si Ho. “Mereka datang ke Pontianak berdua, tetapi yang disuruh mengemis si Ho itu,” terang Rahmat, dia mengaku baru sepuluh hari di Pontianak,” katanya.

Tetapi, Saminiatun ini terbukti mengirim uang ke Jatim menggunakan jasa salah satu bank di Pontianak kepada suaminya bernama Pak Sap, pada 11 Mei sebesar Rp 1 Juta dan 24 Mei Rp 1,5 juta. (*)

Antisipasi Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok


Pontianak. Menjelang bulan puasa, lebaran dan tahun baru, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Usaha Kecil Menengah Kota Pontianak hendaknya mengantisipasi kekurangan stok dan kenaikan harga kebutuhan pokok.

“Tindakan antisipasi menjelang hari raya tersebut hendaknya dilakukan sejak dini,” saran Arief Prasetyo, Wakil DPRD Kota Pontianak ditemui di kediamannya, Senin (12/7).

Arief menyampaikan hal tersebut, karena potensi untuk meningkatnya harga kebutuhan pokok di Kota Pontianak cukup besar. Selain dikarenakan siklus tahunan–di mana harga kebutuhan pokok selalu naik menjelang hari raya–juga dikarenakan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) terhitung Juli 2010.

Kenaikan TDL sedikit banyak tentunya berdampak pada kenaikan kebutuhan pokok. Kendati kenaikan itu hanya untuk masyarakat kalangan menengah ke atas, tentunya juga berpengaruh pada produk yang dijual ke masyarakat bawah.

Arief juga mengharapkan dinas terkait mengantisipasi kekurangan stok kebutuhan pokok, misalnya dengan melakukan razia atau semacamnya untuk menghindari penimbunan yang dilakukan oknum-oknum pedagang atau pengusaha yang tidak bertanggungjawab.

Dia juga menyarankan kepada para pedagang untuk tidak menaikkan harga kebutuhan pokok melebihi batas kewajaran. “Kalau naik maksimal 10 persen, saya pikir itu cukup wajar. Jangan sampai membuat masyarakat merasa terbebani,” kata Arief.

Karena bila masyarakat merasa terbebani, terang dia, tentunya daya beli akan berkurang dan hal itu akan berdampak pada tingkat perekonomian Kota Pontianak.

“DPRD Kota Pontianak dalam bulan ini akan mengundang Disperindag dan UKM untuk membahas mengenai tindakan antisipasi menjelang bulan puasa, lebaran dan tahun baru ini, terkait kebutuhan pokok di Kota Pontianak,” ungkap Arief tanpa merinci. (*)

Ganti Rugi Mulai Berjalan

PONTIANAK. Pelebaran jalan Prof M Yamin Kelurahan Kota Baru merambah tanah dan bangunan warga. Kendati agak lamban, Pemerintah Kota (Pemkot) mulai menggelontorkan ganti ruginya.

"Ganti ruginya sudah dimulai. Inginnya cepat, tetapi menunggu BPN selesai menghitung, makanya saya mohon maaf (atas keterlambatan ganti rugi itu, red) kepada masyarakat," kata H Sutarmidji SH MHum, Walikota Pontianak ditemui di tempat kerjanya, baru-baru ini.

Dia menjelaskan, ganti rugi terhadap bangunan senilai Rp 1 juta ke bawah sudah dilakukan. Tetapi, penggantiannya dilakukan bertahap, sambil menunggu hasil penghitungan BPN yang rencananya selesai Jumat lalu.

Terkait dana yang telah disiapkan Pemkot Pontianak untuk ganti rugi tersebut, Sutarmidji mengungkapkan tidak menyiapkan secara khusus. "Tidak ada nilai per segmen, tetapi disediakan secara menyeluruh saja," terangnya.

Sementara itu, pelebaran Jalan Prof M Yamin akan diselesaikan hingga ke ujung jalan memasuki batas Kota Pontianak atau sampai di Terminal Harapan Jaya, termasuk pemasangan gorong-gorongnya.

Tahun ini, jalan tersebut dilebarkan menjadi 12 meter. Sedangkan tahun depan ditambah lagi menjadi 16 meter. "Saya mohon masyarakat dapat membantu. Kalau masalah ganti rugi jangan takut dan khawatir, karena saya akan bertanggungjawab," janjinya.

Terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono mengungkapkan, nilai ganti rugi tanah dan bangunan yang terkena pelebaran jalan itu didasarkan pada kondisi fisik bangunan. 

"Walupun pelebaran jalannya baru 12 meter, tanah dan bangunan milik warga yang diganti rugi sampai 16 meter, karena rencananya tahun depan jalan tersebut akan dilebarkan menjadi 16 meter," kata Edi. (*)

Monday, 12 July 2010

Perda Pembatasan Jam Keluar Malam Bagi Remaja

PONTIANAK. Anak usia sekolah seringkali berkeliaran hingga larut malam. Dampak negatifnya terus mengancam. Oleh karenanya, legislator Kota Pontianak akan membuat Peraturan Daerah (Perda) mengenai pembatasan jam keluar malam bagi anak usia sekolah.
"Perlu ada semacam Perda khusus yang memberikan pembatasan waktu keluar malam bagi anak-anak usia sekolah atau remaja," kata Erwin Sugianto SH MKn, Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Pontianak ditemui di tempat kerjanya, Senin (12/7).

Erwin mewacanakan hal tersebut, karena pergaulan remaja di Kota Pontianak tampak semakin bebas. Lihat saja pada malam hari, terutama Sabtu malam atau malam Minggu, banyak remaja berkeliaran menggunakan pakaian minim di tempat-tempat hiburan, seperti di diskotek, cafe-cafe hingga larut malam.

Para remaja yang sering keluar malam menggunakan pakaian super seksi tersebut, kata Erwin, tentunya sangat rentan terhadap tindakan kejahatan. Selain itu, dapat menjerumuskan remaja tersebut pada perbuatan asusila dan mengkonsumsi Narkotika dan Obat-obat Terlarang (Narkoba).

Apabila dibuatkan Perda yang membatasi waktu remaja keluar malam, misalnya maksimal keluar malam pukul 23.00 atau jam sebelas malam, kata Erwin, setidaknya dapat mengurangi pergaulangan remaja yang semakin bebas ini.

Dengan adanya Perda tersebut kelak, tambah dia, tentunya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) diharuskan bekerja hingga malam hari. "Paling tidak dibuatkan semacam sip tugas untuk malam, jadi Satpol PP itu tidak hanya tugas pada siang hari," kata Erwin.

Dia mengungkapkan, selama ini Satpol PP hanya merazia pada malam-malam atau waktu-waktu tertentu di tempat hiburan. Bila Perda pembatasan keluar malam bagi remaja telah terealisasi, tentunya dia dapat bekerja setiap malam untuk memantau remaja.
 Pramono Tripambudi

Dengan adanya Perda tersebut nanti, kata Erwin, peran orantua pun sangat diharapkan untuk mengawasinya anak-anaknya. Bila tidak anaknya tentunya akan dikenakan sanksi atau diangkut ke Kantor Satpol PP karena melewati batas waktu keluar malam yang telah ditetapkan.

Tidak hanya itu, menurut Erwin, peran pemilik hotel juga sangat diharapkan untuk mengurangi pergaulan bebas para remaja atau anak usia sekolah di Pontianak ini. "Misalnya dengan melarang remaja untuk menginap dengan pasangannya hanya untuk satu malam atau showtime. Kalau sekarang ini kan seperti tidak diperhatikan siapa yang menginap, yang penting bayar," sesalnya.

Tempat-tempat hiburan serupa, tambah dia, juga hendaknya melarang remaja untuk masuk, misalnya ke diskotek atau lainnya. "Dengan pembatasan seperti ini setidaknya dapat memberikan dampak positif bagi para remaja kita," ujar Erwin.

Wacana perda pembatasan waktu keluar malam itu, bukan isapan jempol belaka, menurut Erwin, hal tersebut akan dibawa atau dibahas di tingkat komisi untuk diusulkan ke Badan Legislatif (Banleg).

Terpisah, Ketua Banleg DPRD Kota Pontianak, Pramono Tripambudi SE mempersilakan komisi-komisi untuk mengusulkan konsep (draft) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda). "Untuk Perda inisiatif itu ada proses pengajuan dari komisi-komisi di dewan, kalau tidak dapat diakomodir tahun ini, tentunya diupayakan pembahasannya tahun depan," katanya.

Terkait akan diusulkannya draft Raperda pembatasan waktu keluar malam bagi remaja yang masih akan digodok di Komisi A DPRD Kota Pontianak, Pramono mengatakan, kemungkinan akan dibahas tahun depan. Karena agenda pembahasan Raperda tahun ini, baik inisiatif legislatif maupun usulan eksekutif cukup padat. (*)

Bantuan Operasional RT/RW Idealnya Rp 3 Juta

PONTIANAK. Tahun ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak telah menaikkan dana bantuan operasional RT/RW tiga kali lipat, dari Rp 250 ribu menjadi Rp 750 ribu per tahun. Tetapi itu belum cukup, idealnya sekitar Rp 2-3 juta.

"Idealnya harus antara Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per tahun," kata H Sutarmidji SH MHum, Walikota Pontianak ketika memberikan Bantuan Dana Operasional RT/RW di Aula Kantor Camat Pontianak Selatan, Senin (12/7).

Angka ideal untuk dana bantuan tersebut tentunya cukup besar dibandingkan yang diberikan sekarang. Tetapi, menurut Sutarmidji, hal tersebut dapat tercapai bila pencapaian perolehan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) melebihi dari yang ditargetkan.

Dia menjelaskan, bila PBB melampaui target, pemerintah pusat akan memberikan bonus sekitar Rp 500-600 juta. "Dari bonus inilah akan kita tambah lagi dengan bantuan untuk operasional RT/RW," kata Sutarmidji.

Kendati cukup berat, Sutarmidji tetap optimis akan terjadi peningkatan signifikan terhadap pendapatan daerah dari sektor PBB setiap tahunnya. "Saya yakin perolehan PBB ini setiap tahunnya akan semakin meningkat," tuturnya.

Optimismenya tersebut, karena pada 2012, PBB akan menjadi pajak daerah. Sehingga 100 persen menjadi milik Kota Pontianak. Kondisi terebut tentu berbeda dengan sekarang, di mana daerah hanya memperoleh bagian 64 persen. "Tahun 2012 nanti, kita akan menerima (PBB) 100 persen. Sehingga ini juga akan bisa meningkatkan bantuan operasional bagi RT/RW," terang Sutarmidji.

Sementara itu, saat ini Pemkot Kota Pontianak telah mengalokasikan anggaran Rp 2 miliar untuk dana bantuan operasional RT/RW tersebut, masing-masing RT/RW di Pontianak memperoleh Rp 750 ribu per tahun. Penyerahannya dilakukan secara bertahap di masing-masing kecamatan.

Di Kota Pontianak terdapat 2.908 RT/RW terdiri atas 590 di Kecamatan Pontianak Utara, 405 di Pontianak Tomur, 201 di Pontianak Tenggara, 488 di Pontianak Selatan, 614 di Pontianak Kota dan 610 di Pontianak Barat.

Penyerahan bantuan dana operasional tersebut didasarkan pada Surat Keputusan (SK) Walikota Pontianak Nomor 148 Tahun 2010 tentang Pemberian Bantuan kepada RT/RW se-Kota Pontianak. (*)

Kesuksesan Wajar 12 Tahun Terancam

PONTIANAK. Pasca Penerimaan Siswa Baru (PSB), sekolah negeri di Pontianak hanya mampu menampung sekitar 40-45 persen dari seluruh siswa yang lulus. Hal ini dapat mengancam kesuksesan program Wajib Belajar (Wajar) 12 Tahun.

"Kalau daya tampung sekolah seperti itu, mustahil kita dapat mewujudkan target wajar 12 tahun di Kota Pontianak," ingat Hartono Azas L, Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak ditemui di tempat kerjanya, kemarin (12/7).

Mengingat minimnya daya tampung di sekolah negeri ini, kata Hartono, peran sekolah swasta sangat diharapkan. Tetapi, pengembangan kualitas dan fasilitas sekolah swasta itu dihadapkan pada minimnya pembiayaan.

Di Kota Pontianak memang terdapat 10 sekolah negeri–ditambah pembangunan SMA Negeri 10 Pontianak–tetapi belum mampu menampung seluruh lulusan.

Sementara untuk masuk ke sekolah swasta, dihadapkan pada kualitas. Sehingga banyak orangtua yang enggan menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta, karena kualitasnya meragukan atau kalah dengan sekolah negeri, sementara pembiayaannya mahal. "Olehkarenanya, sangat layak dan pantas Pemkot Pontianak itu untuk juga memerhatikan sekolah swasta," sarannya.

Bentuk perhatian tersebut, tambah dia, misalnya dengan pembinaan untuk peningkatan sarana dan prasarana agar sekolah swasta tersebut juga berkualitas. Sehingga dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.

Bila sekolah swasta berkualitas dan diminati calon siswa baru, tentunya obsesi pemerintah mengenai target wajar 12 tahun akan tercapai. "Kita berharap semua anak berusia sekolah, dapat mengenyam sekolah hingga SMA," kata Hartono. (*)

Tak Kalah Semarak dengan di Afrika Selatan

PONTIANAK. Ueforia di Stadion Soccer City, Johannesburg, Afrika Selatan, tempat dilangsungkannya Final Piala Dunia 2010, di mana Spanyol berhasil menekuk Belanda 1 : 0 Senin (12/7) dini hari juga dirasakan di halaman DPRD Kota Pontianak. 

Setidaknya 300 warga Kota Pontianak memadati gedung wakil rakyat itu. mereka dari berbagai komunitas, di antaranya fans Persipon, Rettel, Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) dan masyarakat sekitarnya.

Tidak hanya itu, tuan rumah pun tidak mau ketinggalan menyaksikan final even dunia empat tahunan tersebut, sebut saja Herry Mustamin SH, Deden Ari Nugraha, Mansyur, S.Ag, Firmansyah, dan masih banyak lagi wakil rakyat lainnya. mereka membaur bersama penggila bola di Kota Pontianak.

Nonton bareng final Piala Dunia 2010 tersebut juga dihibur penampilan apik Bayang-Bayang Community yang menghibur para penonton dengan lagu-lagu khas pengamen jalanan. Selain itu, pendukung Spanyol dan Belanda itu juga disuguhi kopi panas dan makanan ringan.

Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak Herri Mustamin mengatakan, Nonton Bareng Final Piala Dunia tersebut sudah menjadi tradisi, karena pada periode sebelumnya juga dilangsungkan kegiatan serupa. "Acara seperti ini untuk mendekatkan wakil rakyat dengan rakyatnya, khususnya bagi para pencinta kulit bundar," katanya.

Dari nonton bareng final Piala Dunia itu, Herri juga miris melihat perkembangan pesepakbolaan di tanah air, termasuk di Pontianak. Oleh karenanya dia mengharapkan Pemerintah Kota (Pemkot) pontianak serius mengembangkan dunia olahraga di Bumi Khatulistiwa ini, khususnya sepakbola.

Herri sendiri akan memperjuangkan peningkatan alokasi anggaran pembinaan olahraga pada APBD 2011. "Untuk meningkatkan prestasi dunia olahraga di Kota Pontianak, DPRD Kota Pontianak akan memperjuangkan peningkatan pengalokasian anggaran," ujarnya. (*)

Tinjau Ulang Proses Izin Pemasangan Leding

PONTIANAK. Untuk mengurus izin pemasangan leding di rumah, pelanggan diharuskan melampirkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kebijakan tersebut hendaknya ditinjau kembali, karena memberatkan masyarakat.

"Dengan harus melampirkan IMB untuk memasang leding di rumah, tentunya PDAM mempersulit masyarakat untuk mendapatkan hak terhadap air bersih," kata Alpian Aminardi SH, Anggota Komisi A DPRD Kota Pontianak di temui di kediamannya, Senin (12/7).

Masyarakat telah menyampaikan keluhannya kepada Alpian, karena merasa keberatan atas kebijakan PDAM tersebut. "Saya ditemui warga yang mempersoalan proses perizinan pemasangan leding itu," kata Alpian.

Mendengar keluhan warga Pontianak tersebut, Alpian langsung menghubungi pihak PDAM. "Dari PDAM itu saya mendapat jawaban kalau itu sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan PAD Kota Pontianak," terangnya.

Untuk meningkatkan PAD Kota Pontianak tentunya sangat bagus, tetapi dengan memasukkan kepemilikan IMB terhadap proses perizinan pemasangan leding, tentunya sangat memberatkan masyarakat. "Bagaimana dengan upaya kita untuk memberikan air bersih kepada masyarakat, kalau proses untuk mendapatkannya saja sulit," kesal Alpian.

Oleh karenanya, dia meminta PDAM meninjau kembali kebijakan tersebut, kalau pun memang hal tersebut merupakan himbauan dari Walikota Pontianak hendaknya dipertimbangkan kembali.

Alpian mengatakan, akan mengundang PDAM mengenai kebijakan tersebut. "Kita akan mengundang PDAM untuk meminta kejelasan mengenai penyertaan kepemilikan IMB ketika akan memasang leding di rumah itu," katanya.

Dia akan mempertanyakan hal tersebut, karena sangat kurang tepat kalau rumah tangga yang ingin memasang leding justri dihambat dengan keharusan memiliki IMB itu. "Kalau untuk perusahaan tentu tidak masalah, tetapi kalau untuk rumah tangga biasa, tentunya itu sangat menjadi masalah," ujar Alpian. (*)

Saturday, 10 July 2010

Pontianak Kembangkan Pos-PAUD

PONTIANAK. Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak sangat berkomitmen mengembangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Bahkan sampai memanfaatkan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) atau disebut Pos-PAUD. Terdapat 29 Posyandu yang berfungsi sebagai sarana pendidikan pra sekolah tersebut.

“Ini salah satu wujud keseriusan Pemkot Pontianak untuk mengembangkan PAUD,” kata Paryadi SHut, Wakil Walikota Pontianak pada Peresmian PAUD Alihsan di Masjid Raudhatul Jannah Komplek Pemda III, Sabtu (10/7).

Sampai memanfaatkan Posyandu sebagai sarana PAUD itu, terang Paryadi, karena memberikan pendidikan kepada anak usia dini sangat penting bagi perkembangan anak. “Karena PAUD ini sebagai pengetahuan awal bagi anak melalui bermain, bercerita dan pengenalan-pengenalan lainnya,” katanya.

Dia mengharapkan melalui PAUD ini, anak dapat lebih siap masuk ke jenjang pendidikan berikutnya, seperti Taman Kanak-kanak (TK) ataupun Sekolah Dasar (SD).

Paryadi menjelaskan, PAUD merupakan jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar. “Ini suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia enam tahun,” terangnya.

Pembinaan tersebut, tambah dia, dilakukan dengan memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani anak. “Agar anak siap memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan pada jalur formal, non-formal dan informal,” papar Paryadi.

Diakuinya, pembangunan PAUD terkendala persoalan pendanaan. Namun, Pemkot Pontianak tetap berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan perhatian terhadap persoalan pendidikan ini.

Di samping mengembangkan PAUD untuk, Pemkot juga akan memberikan beasiswa pendidikan, penyediaan sarana dan prasarana untuk siswa. “Anak-anak yang tidak mampu kita berikan beasiswa baik berupa uang maupun pakaian,” ujar Paryadi.

Oleh karenanya, dia sangat mengharapkan, anak-anak yang telah memasuki usia sekolah jangan sampai tidak sekolah. “Mudah-mudahan Kota Pontianak juga masuk dalam program beasiswa dari Kementerian Pendidikan Nasional untuk menambah beasiswa bagi anak-anak tidak mampu yang tidak ter-cover oleh daerah,” harapnya.

Selain beasiswa, tambah dia, Pemkot juga menyiapkan asuransi kesehatan bagi siswa SD, SMP dan SMA. “Seandainya siswa terkena musibah sakit dan tidak memiliki biaya untuk berobat, akan dibiayai dengan asurnasi itu,” katanya.

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Non Formal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional RI, Hamid Muhammad mengungkapkan, angka partisipasi PAUD di seluruh Indonesia baru mencapai 53 persen. “Artinya kita masih punya tugas yang cukup berat karena harus mengupayakan 47 persen lagi,” ungkapnya.

Dia mengungkapkan, populasi PAUD di seluruh Indonesia sekitar 28,8 juta atau hampir 29 juta. Sedangkan yang masuk sekarang ini baru sekitar 15,5 juta. “Nah, ini tantangan karena kita punya komitmen internasional dimana tahun 2015 itu harus minimal 75 persen,” kata Hamid.

Tetapi, melihat sosialisasi PAUD di kalangan masyarakat, Hamid merasa optimis komitmen internasional tersebut akan tercapai. “Semua lapisan masyarakat, sekarang sudah mulai mengenal PAUD,” ujarnya.

Dia menjelaskan, PAUD merupakan istilah umum, karena adanya yang formal dan non formal. Bila yang formal disebut TK. “Jadi, TK itu sebenarnya bagian dari PAUD, tetapi bentuknya formal,” terang Hamid.

Sedangkan yang non formal, tambah dia, seperti yang dikenal saat ini seperti kelompok bermain, taman penitipan anak atau Pos-PAUD yang memadukan PAUD dengan Posyandu dan juga Bina Keluarga Balita (BKB) yang juga sama-sama menangani masalah PAUD.

“Pemerintah pusat memberikan berbagai bantuan kepada PAUD seluruh Indonesia baik untuk TK, kelompok bermain, TPA maupun satuan PAUD sejenisnya,” kata Hamid tanpa merinci. (*)

Pertemuan Borneo Investment Forum


PONTIANAK. Bersamaan dengan digelarnya Kalbar Expo 2010 di Pontianak Convention Center (PCC), juga akan digelar pertemuan Borneo Investmen Forum (BIF) pada 12 Juli besok.

“Empat Gubernur di Kalimanan akan bertemu untuk menyampaikan berbagai potensi di daerahnya masing-masing,” kata M Zeet Hamdy Assovie, Kepala Badan Penanaman Modal Dearah (BPMD) Kalbar kepada wartawan, Sabtu (10/7).

Dia mengatakan, dari pertemuan tersebut diharapkan akan memunculkan suatu formula untuk pengembangan investasi berskala nasional dan tentunya dengan dukungan pemerintah pusat, agar produk-produk daerah dapat diperkenalkan di dunia luar.

Kalbar Expo kali ini bertema Visiting Kalbar atau berkunjung ke Kalbar dengan harapan meningkatkan dunia pariwisata Kalbar. Dalam expo tersebut tidak hanya diisi stand dari Kalbar tetapi juga daerah lainnya. Di antaranya Nusa Tenggara Barat, Denpasar, Malang dan Surabaya.

Setidaknya terdapat 71 stan yang memamerkan berbagai produknya kepada para pengunjung. Selain itu, terdapat pula berbagai kegiatan perlombaan di antaranya menggambar, tata busana, tari tradisional dan modern dan lainnya.

Sebelumnya, Gubernur Kalbar Drs Cornelis MH mengatakan, even ini untuk mempromosikan semua potensi. “Tidak hanya kepada masyarakat tetapi juga pada calon pembeli,” katanya.

Dia mengungkapkan, selain mempromosikan produk-produk daerah, juga akan mendatangkan investor dari berbagai daerah. “Upaya menarik investasi ini sangat penting bagi Kalbar, karena menjadi salah satu motor pembangunan perekonomian daerah,” kata Cornelis.

Kini investasi Kalbar terus bergerak, Cornelis mengatakan, sudah banyak investor-investor yang terus melirik potensi investasi di Kalbar. Dengan adanya Kalbar Expo dan pertemuan BIF diharapkan dapat lebih meyakinkan para penanam modal.

“Bila investasi dapat berjalan, produk-produk lebih dikenal dan dapat memikat wisatawan untuk berkunjung tentunya akan menciptakan lapangan kerja atau mengurangi pengangguran di Kalbar,” harap Cornelis.

Sementara itu, salah seorang pengunjung Kalbar Expo 2010, Tuti mengatakan, pameran seperti ini hendaknya lebih sering diadakan. “Jangan saja orang luar, kita saja yang dari Pontianak, kurang mengenal produk-produk asli daerah kita, padahal potensinya sangat bagus untuk dikembangkan dan juga sangat diminati,” kata warga Pal III ini.

Dia juga mengungkapkan, Kalbar Expo ini sebagai tempat untuk mencari produk-produk yang diinginkan. Sehingga dia mengharapkan panitia memberikan kenyamanan kepada para pengunjung. “Misalnya persoalan parkir kendaraan dan lainnya, jangan sampai membuat pengunjung merasa gerah sehingga membatalkan niatnya untuk berkunjung,” ingat Tuti. (*)

Wujudkan Sekolah Inklusif

PONTIANAK. Sudah saatnya Kota Pontianak memiliki sekolah inklusif, lebih bersifat humanis dan tidak membeda-bedakan kondisi anak didik, baik secara fisik, emosional maupun mental. Karena pada dasarnya anak memiliki potensi kecerdasan, bakat dan kemampuan yang dapat dikembangkan.

“Kalau anak didik dipisahkan, seperti anak yang memiliki kelainan di sekolah terpisah, ini sama saja membatas anak tersebut dalam pendidikan dan bersosialisasi,” kata Arif Joni Prasetyo, Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak ditemui di tempat kerjanya, baru-baru ini.

Sekolah Inklusif merupakan sekolah reguler yang mengkoordinasikan dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama.

Arif menjelaskan, dasar hukum untuk mewujudkan Sekolah Inklusif itu, di antaranya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 (Permendiknas 70/2009) tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.

“Secara teknis, Walikota dapat menindaklanjutinya dengan Perwa tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif. Dan keputusan Kepala Diknas terkait dengan petunjuk penyelenggaraan dan menentukan sekolah mana yang dijadikan model sebagai sekolah inklusi,” terang Arif

Sekolah yang ditunjuk untuk menjadi model Sekolah Inklusif, tambah dia, tentunya harus dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai, khususnya tenaga pengajar atau guru yang dibutuhkan.

Arif menilai, prinsip mendasar dari Pendidikan Inklusif ini, yakni selama memungkinkan, semua anak seyogianya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan yang dialami ataupun cacat yang disandangnya.

“Jadi pendidikan inklusif ini, pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, emosional, sosial maupun kondisi lainnya,” terang Arif.

Sekolah inklusif ini merupakan pendidikan yang memungkinkan semua anak belajar bersama-sama tanpa memandang perbedaan yang ada pada mereka. “Pendidikan yang berupaya memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan kemampuannya,” kata Arif.

Dia sangat mengharapkan pada 2011, di Pontianak sudah terdapat sekolah yang ditunjuk menyelenggarakan pendidikan inklusif, untuk jenjang jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). (*)

Kreativitas Kunci Kesuksesan

PONTIANAK. Kreativitas merupakan kunci kesuksesan, baik bagi individu, masyarakat maupun bangsa, seperti halnya negara yang telah lebih dulu maju. Oleh karenanya, generasi muda Indonesia harus didorong untuk menumbuhkan kreativitasnya.

“Inilah yang melatarbelakangi dilaksanakan Pekan Kreatif RRI yang dilaksanakan di Pontianak ini, agar generasi muda Indonesia, khususnya di Pontianak dapat lebih kreatif, di bidang budaya, seni dan lainnya,” kata Bayu Bimo Nimpuno, Direktur Layanan Usaha LPP RRI Pusat pada pembukaan Pekan Kreatif RRI 2010 di halaman Kantor RRI Pontianak, Kamis (8/7).

Pekan Kretif ini merupakan suatu kegiatan yang diselenggarakan Direktorat Layanan dan Usaha LPP RRI. Sedangkan RRI Pontianak ditunjuk menyelenggarakan Pekan Kreatif ini untuk mewakili lima stasiun RRI se-Kalimantan, yakni Banjarmasin, Samarinda, Palangkaraya, Tarakan dan Sintang.

Pekan Kreatif ini diselenggara untuk mengangkat kreativitas generasi muda terutama usia 16-30 tahun. Meremajakan dan membangun basis pendengar baru RRI di kalangan kaum muda, juga sebagai salah satu penyelenggaraan kegiatan layanan publik.

Pekan Kreatif RRI kali ini dibuka Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Kalbar Drs MH Munsin MH mewaliki Gubernur Kalbar Drs Cornelis MH.

Dalam kesempatan tersebut Munsin menyambut baik dengan harapan dapat membangun kreatif generasi muda di bidang seni budaya. “Kita juga mengharapkan dorongan untuk menumbuhkan kreativitas ini dapat membuka lapangan kerja di Kalbar,” katanya.

Selain itu, melalui kegiatan seperti ini diharapkan seni budaya lokal lebih digemari generasi muda. “Karena selama ini generasi muda kita cenderung menggemari seni budaya luar ketimbang seni budayanya sendiri, padahal budaya kita tidak kalah bagusnya,” ungkap Munsin.

Selain memiliki kualitas yang dapat bersaing di dunia internasional, kata Munsin, seni budaya lokal khususnya di Kalbar, sangat beragam. “Hanya belum seluruhnya tergali, makanya dengan kegiatan ini diharapkan seni dan budaya itu tergali dan dikembangkan,” katanya.

Sementara itu, Pekan Kreatif ini diikuti puluhan peserta dari berbagai kategori lomba, di antaranya 30 orang peserta yang mengikuti lomba mewarnai, 28 orang peserta fashion show, 4 kelompok peserta kreasi tari, 1 peserta film pendek, 2 peserta handcraf, 1 peserta cipta lagu dan 2 orang peserta lomba desain pakaian. (*)

Orangtua Calon Siswa Baru Kecam Komisi D DPRD Kota Pontianak

PONTIANAK. Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi D DPRD Kota Pontianak ke luar kota mendapat kecaman dari orangtua calon siswa baru. Pasalnya, agenda tersebut bersamaan dengan waktu Penerimaan Siswa Baru (PSB).

“Ketika kami datang ke DPRD untuk mengadu, tidak ada yang menerima aduan kami, karena Komisi D katanya sedang kunker ke luar kota,” kata Rusdiana, salah seorang orangtua calon siswa baru ditemui di DPRD Kalbar, Rabu (7/7).

Rusdiana dan beberapa para orangtua calon siswa baru lainnya merasa kesal karena Komisi D DPRD Kota Pontianak inilah yang membidang persoalan pendidikan di Bumi Khatulistiwa. “Seharusnya mereka menjadwalkan setelah PSB berakhir, kenapa di saat-saat seperti ini,” kesalnya.

Para orangtua calon sisw baru tersebut kesal, karena ketika ingin menyampaikan aspirasinya ke wakil-wakilnya di DPRD Kota Pontianak, justru komisi yang membidangi pendidikan sedang tidak di tempat.

Permasalahan yang diadukan para orangtua calon siswa baru seputar PSB yang dirasakannya tidak adil dan dapat mengancam kelangsungan anaknya untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan yang memadai atau diunggulkan.

Rusdiana menilai, kunker Komisi D bersamaan dengan PSB ini sangat tidak pantas dan tidak mencerminkan sikap wakil rakyat yang memerhatikan kebutuhan dan kepentingan konstituennya.

“Ketika kita butuh mereka, malah berkunjung kerja ke luar daerah. Padahal, kalau bukan kepada mereka, kemana lagi kami harus mengadu mengenai sistem pendidikan di Pontianak yang kami rasa sangat tidak adil, terutama bagi lulusan pertama yang mendapat nilai murni tapi tidak mulus masuk ke sekolah unggulan,” papar Rusdiana.

Dia juga menyampaikan kekecewaannya kepada para legislator yang lebih mementikan agenda lembaganya ketimbang persoalan masyarakat Kota Pontianak itu. “Kecewa sih pasti, malah kita sangat sayangkan sekali, karena kita bingung mau mengadu kemana lagi, ke Dinas Pendidikan tidak ada orang, kita ke DPRD juga sepi, ke mana lagi yang mau menerima tampungan aspirasi dan kekecewaan kita ini,” lirih Rusdiana.

Terpisah, salah seorang Anggota Komisi D DPRD Kota Pontianak yang tidak ikut kunker ke luar kota, Firmansyah juga mengaku kecewa dengan kejadian tersebut. Tetapi, tidak dapat berbuat banyak, karena kunker tersebut sudah ditetapkan Badan Musyawarah (Banmus) jauh-jauh hari.

“Sebenarnya memang bisa ditunda dengan adanya masalah ini, tetapi keberangkatan Komisi D sudah diagendakan oleh Banmus dan diawal-awal Komisi D sudah meninjau sejumlah sekolah, tetapi tidak ada masalah waktu itu, sekarang saja yang bermasalah. Kita menyesalkan juga, tetapi mau bagaimana lagi,” terang Firmansyah.

Kalau ditanya kecewa ia juga mengaku kecewa dengan keberangkatan rekan-rekannya di Komisi D yang membidangi pendidikan tersebut.
“Namun, sekali lagi itu dijadwalkan jauh-jauh hari, bukan baru-baru ini," tegas Firmansyah. (*)

Tingkatkan Kemampuan Olah Vokal dan Jaga Kesehatan

PONTIANAK. Kontingen Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Kota Pontianak diharapkan terus melatih olah vokal dan menjaga kesehatannya agar dapat merebut Juara I pada Pesparawi VI Tingkat Provinsi di Putussibau, Kapuas Hulu.

“Melatih olah vokal dan menjaga kesehatan ini harus dilakukan, agar peserta dapat tampil maksimal nantinya,” jelas Paryadi SHut, Wakil Walikota Pontianak ketika melepas Kontingen Pesparawi Kota Pontianak di Rumah Dinas Walikota Pontianak, Kamis (8/7).

Kontingen tersebut akan mengikuti Pesparawi VI Tingkat Provinsi Kalbar yang akan digelar di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu selama lima hari sejak 13 Juli mendatang.

Pesparawi ini merupakan suatu kegiatan paduan suara Gerejawi yang dilaksanakan di beberapa tingkatan, mulai regional atau provinsi hingga ke tingkat nasional. Kali ini di tingkat Kalbar akan dipusatkan di Putussibau.

Pesparawi ini diharapkan menjadi motivasi umat Kristiani untuk menggali bakat-bakatnya di bidang musik, vokal untuk dipersembahkan kepada Tuhan sebagai suatu ekspresi iman.

Paryadi sangat mengharapkan kontingen Pesparawi Kota Pontianak dapat mengharumkan nama Bumi Khatulistiwa ini serta mampu menjadi wakil Kalbar di even tingkat Nasional.

Selain itu, dia juga mengharapkan Pesparawi tingkat provinsi ini dapat memperkokoh kerukunan antarumat beragama. “Kita menyadari bahwa perbedaan itu selalu ada. Jangankan dalam setiap agama, dalam lingkungan keluarga pun pasti ada perbedaan,” jelas Paryadi.

Tetapi, tambah dia, perbedaan itu jangan dijadikan jurang pemisah antara pemeluk agama. “Justru sebagai pemersatu dan saling menghargai antarsesama pemeluk agama,” kata Paryadi.

Di samping berupaya maksimal mengakomodir semua kegiatan-kegiatan keagamaan, Pemkot Pontianak juga berkomitmen penuh untuk memberi perhatian serius terhadap jalannya kerukunan hidup umat beragama. “Semua ini tidak terlepas dari komunikasi yang terjalin dengan baik,” ujar Paryadi. (*)

Calhaj Tetap Disuntik Vaksin Meningitis

PONTIANAK. Kementerian Kesehatan menetapkan semua Calon Haji (Calhaj) disuntik dengan vaksin meningitis meningokokkus new mencevax ACQ135 Y. Di Pontianak, akan dilakukan pada pertengahan Juli mendatang.

“Kita hanya melaksanakan kebijakan pusat,” kata Asy’ari, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak ditemui di halaman Kantor Walikota Pontianak, Rabu (7/7).

Asy’ari menjelaskan, kalau Calhaj tidak disuntik dengan vaksin tersebut, tentunya akan ditolak Pemerintah Arab Saudi yang mewajibkan penggunaannya kepada setiap orang yang akan berangkat ke tanah suci Mekkah.

Vaksin tersebut sangat diperlukan agar Calhaj terhindar dari penyakit meningitis meningkokkus, yakni peradangan pada selaput yang melapisi otak dan saraf tunjang.

Penyakit ini masih menjadi ancaman kesehatan jemaah haji dan umrah, karena masih ditemukan di beberapa negara di dunia, terutama daerah sabuk meningitis di Afrika.

Tetapi, penggunaan vaksin meningitis itu belakangan terakhir dipersoalkan karena kehalalannya. Di dalam vaksin tersebut terdapat protease pepton, semacam enzim yang bersumber dari babi.

Asy’ari mengaku belum mendapat surat edaran dari Kementerian Agama atau Fatwa MUI terkait status hukum penggunaan vaksin untuk mencegah penyakit meningitis itu.

Dikarenakan belum adanya keputusan baru dari MUI mengenai vaksin meningitis itu, pemberian vaksin kepada Calhaj itu berdasarkan Fatwa MUI Nomor U-336/MUI/VI/2010 tanggal 17 Rajab 1431 atau 30 Juni 2010.

Fatwa tersebut menyebutkan, sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penggunaan Vaksin Meningitis bagi Jemaah Haji atau Umrah, penggunaan vaksin meningitis meningokokkus ACQ 135 Y yang tidak halal tersebut hukumnya boleh (mubah) dalam kondisi darurat atau jika kondisi mendesak (lil hajjah).

Ketentuan boleh menggunakan karena darurat itu hanya bersifat sementara hingga ditemukan vaksin yang halal, saat ini sedang diinventarisir. “Persoalan ini sebenarnya sudah sejak tahun lalu, seharusnya segera dipertegas atau dicari alternatifnya, agar calhaj tidak ragu-ragu, mudah-mudahan tidak ada yang tidak mau disuntik vaksin ini,” harap Asy’ari.

Dia mengungkapkan penyuntikan vaksin kepada Calhaj tersebut akan dilakukan pada pertengahan Juli ini. “Saat ini sedang proses penyiapan paspor bagi Calhaj,” ujar Asy’ari. (*)

Pertamina Tak Koordinasi dengan Pemkot Pontianak

PONTIANAK. Sejak awal, PT Pertamina tidak pernah berkoordinasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak terkait pengalihan (konversi) minyak tanah ke elpiji. Sehingga pelaksanaannya di Bumi Khatulistiwa ini tidak maksimal.

“Kalau sudah ribut baru mengajak (koordinasi, red), sebelumnya tidak pernah,” kata H Sutarmidji SH MHum, Walikota Pontianak ditemui di kantornya, Selasa (6/7).

Sutarmidji mengungkapkan, ketika sosialisasi penggunaan tabung elpiji 3 kilogram di Kota Pontianak, Pertamina melakukannya sendiri, karena memang bertanggungjawab 100 persen. “Kita tidak dilibatkan, padahal kita tidak minta uang,” katanya.

Seyogianya, tambah dia, Pertamina berkoordinasi terkait sosialisasi penggunaan elpiji 3 kilogram sejak awal, sehingga masyarakat dapat lebih memahami menggunakannya. “Persoalannya hanya ketidaktahuan masyarakat terhadap penggunaan tabung elpiji itu,” ujar Sutarmidji.

Dia mengatakan, pentingnya berkoordinasi ini, karena Pemkot Pontianak lebih memahami kondisi masyarakatnya, misalnya bagaimana menyampaikan sosialisasi atau bagaimana cara yang harus diterapkan. “Masyarakat itu harus diberi pemahaman,” kata Sutarmidji.

Terkait dengan seringnya terjadi tabung elpiji yang meledak di daerah-daerah lain, menurut Sutarmidji, Pertamina hendaknya segera melakukan tindakan antisipasi agar hal serupa tidak terjadi di Pontianak. “Kita bisa bantu, tetapi kalau tidak ada koordinasi dengan kita bagaimana bisa, tidak akan maksimal,” ujarnya.

Sutarmidji menilai, untuk mengantisipasi terjadinya masalah penggunaan tabung elpiji di Kota Pontianak, sebenarnya tidak terlalu sulit, cukup bagaimana memberi pemahaman kepada masyarakat. “Sebenarnya sederhana, cuma mau tidak mau saja,” katanya.

Sebelumnya, Sales Area Manajer PT Pertamina Kalbar, Ibn Chouldum ketika rapat kerja dengan DPRD Kota Pontianak mengungkapkan telah berkoodinasi dengan Disperindag Kota Pontianak untuk sosialisasi.

Tetapi itu dilakukan setelah sekitar tujuh kali didemo masyarakat terkait program konversi minyak tanah ke elpiji dan penyebaran tabung elpiji 3 kilogram ke masyarakat. (*)

Razia Gepeng setiap Saat

PONTIANAK. Walikota Pontianak, H Sutarmidji SH MHum memerintahkan Satuan Pamong Praja (Satpol PP) untuk merazia Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) setiap saat menjelang bulan puasa dan lebaran ini.

“Saya suruh Satpol PP merazia pagi, siang, sore, malam, begitu ketemu langsung dipulangkan ke daerah asalnya,” tegas Sutarmidji ditemui di Kantor Walikota Pontianak, Selasa (6/7).

Sementara ini, pemulangan Gepeng ke daerah asalnya tersebut memang menjadi satu-satu cara efektif untuk mengurangi penyebarannya di Pontianak yang biasanya semakin membludak menjelang bulan puasa.

Sutarmidji mengungkapkan, dari hasil razia yang dilakukan, terbukti sebagian besar Gepeng yang berkeliaran di Kota Pontainak itu dari Jawa. “Parahnya itu ada yang nampung, disuruh pura-pura cacat lalu mengemis, makanya nanti saya akan koordinasi dengan kepolisian mengenai pasal apa yang bisa dikenakan terhadap penampung Gepeng ini,” katanya geram.

Persoalan Gepeng ini memang membuat Pemkot Pontianak gerah, pasalnya berkali-kali dilakukan razia, tetap saja masih ditemukan Gepeng impor, di antaranya dari Sumenep dan lainnya. “Saya sudah menyurati bupatinya, tetapi belum ada tanggapan,” ungkap Sutarmidji.

Terpisah, Kepala Seksi Penegakan Peraturan dan Perundang-perundangan Satpol PP Kota Pontianak, Rahmat Suprayetno SH membenarkan kalau sebagian besar Gepeng itu diimpor dari luar Kota Pontianak. “Sekitar 16 orang sudah dipulangkan ke daerah asalnya, sisanya kita tidak tahu, karena langsung diserahkan ke dinas sosial,” katanya.

Dia mengatakan, Satpol PP terus menyisir beberapa kawasan yang diduga menjadi tempat beroperasinya para Gepeng tersebut seperti di pasar-pasar tradisional. “Ini untuk mengantisipasi Gepeng lokal atau impor menjelang puasa dan lebaran, yang diduga akan semakin ramai,” kata Rahmat.

Selain itu, tambah Rahmat, satuannya juga memantau setiap kapal yang datang atau sandar di pelabuhan Pontianak. “Sementara ini, dari pantauan sementara, Gepengnya belum terlalu ramai, tetapi kita akan terus mengintenskan razia,” katanya.

Rahmat mengungkapkan, dari razia kemarin saja, Satpol PP menemukan orang yang diduga sebagai penampung dan pemasok Gepeng di Pontianak. Mereka terjaring di rumah kontrakan seputar Jalan Panglima A’im dan Jalan Tritura.

Mereka yang tertangkap itu, Basit atau Basid, warga Sumenep diduga menampung dua Gepeng yakni Munah dan si Adong di salah satu kontrakan di Jalan Panglima A’im. “Sedangkan orang yang diduga memasok Gepeng tersebut ke Pontianak itu istri Basit sendiri, yakni Riskiani,” terangnya.

Sementara di Jalan Tritura, Satpol PP berhasil mengamankan, Saminiatun dan abang iparnya, Abdul Halim atau si Ho. “Mereka datang ke Pontianak berdua, tetapi yang disuruh mengemis si Ho itu,” terang Rahmat, dia mengaku baru sepuluh hari di Pontianak,” katanya.

Tetapi, Saminiatun ini terbukti mengirim uang ke Jawa Timur menggunakan jasa salah satu bank di Pontianak kepada suaminya bernama Pak Sap, pada 11 Mei sebesar Rp 1 Juta dan 24 Mei Rp 1,5 juta. (*)

Majelis Taklim Butuh Manajemen Modern

PONTIANAK. Selama ini, Majelis Taklim menerapkan manajemen konvensional, misalnya terkait kepengurusan yang tidak berganti-ganti sampai yang bersangkutan meninggal, tanpa masa kerja tertentu. Hal seperti ini yang perlu diubah dengan menerapkan manajemen modern.

“Ke depannya kita harapkan Majelis Taklim meninggalkan manajemen konvensional dan menggantinya dengan manajemen modern, agar penyampaian ajaran agama lebih baik lagi,” kata H Razani, Asisten Pemerintahan Kota Pontianak ditemui usai mewakili Walikota Pontianak H Sutarmidji SH MHum membuka Pembinaan Pengurus/Pengelola Lembaga Keagamaan di Kota Pontianak di Aula Rohana Mutahlib, Bappeda Kota Pontianak, Rabu (7/7).

Pentingnya penerapan manajemen modern, kata Razani agar Majelis Taklim bisa dikelola dengan baik. Sehingga dapat melakukan berbagai kegiatan dan bekerjasama, dengan harapkan dapat memacu jemaahnya untuk terus berkomitmen menyukseskan dan menyemarakkan kegiatannya.

Menurut Razani, manajemen Majelis Taklim perlu diperbaiki, karena lembaga keagamaan ini merupakan sarana yang paling efektif untuk mengenalkan dan menyiarkan ajaran-ajaran Islam kepada mayarakat sekitar.

“Dengan berbagai kreasi dan metode, Majelis Taklim menjadi ajang berkumpulnya orang-orang yang berminat mendalami ajaran Islam dan sarana berkomunikasi antarsesama umat,” kata Razani.

Menurut dia, dahulu Majelis Taklim sebatas tempat pengajian yang dikelola secara individu, misalnya Kyai yang merangkap pengurus, pemilik dan pengajar.

“Kemudian Majelis Taklim menjelma menjadi lembaga atau institusi yang menyelenggarakan pengajaran atau pengajian Islam dan dikelola dengan cukup baik, baik oleh individu, kelompok perorangan maupun lembaga atau organisasi,” ungkap Razani.

Dalam prakteknya, kata Razani, Majelis Taklim merupakan tempat pengajaran atau pendidikan agama Islam yang paling fleksibel dan tidak terikat waktu. “Bersifat terbuka terhadap segala usia, lapisan atau strata sosial dan jenis kelamin,” terangnya.

Sehingga Majelis Taklim menjadi lembaga pendidikan keagamaan alternatif bagi umat yang tidak memiliki cukup tenaga, waktu dan kesempatan menimba ilmu agama di jalur pendidikan formal.
Melihat pentingnya keberadaan Majelis Taklim itu, Pemkot Pontianak melalui Bagian Kesra dan Kemasyarakatan Setda Kota Pontianak menggelar pembinaan pengurus/pengelola tersebut.

Pelaksana Harian (Plh) Kepala Bagian (Kabag) Kesra dan Kemasyarakat Setda Kota Pontianak, Zulkarnain mengatakan, pembinaan ini diikuti pengelola lembaga-lembaga keagamaan

Selain pembinaan terhadap Majelis Taklim pada hari pertama, pembinaan pengurus/pengelola lembaga keagamaan ini yang berlangsung selama enam hari sejak kemarin juga akan membina Taman Pendidikan Alquran (TPA) pada hari kedua.

Selanjutnya pada hari ketiga, pembinaan terhadap pengelola/pengurus masjid, hari keempat pengelola/pengurus pondok pesantren, hari kelima pengelola/pengurus rumah ibadah Katholik dan hari terakhir atau hari keenam pembinaan pengelola/pengurus rumah ibadah Kristen. (*)

Orangtua Calon Siswa Baru Stres

PONTIANAK. Penerimaan Siswa Baru (PSB) di SMA Negeri 10 Pontianak melalui SMA Negeri 4, 7 dan 8. Tetapi, setiap sekolah memiliki standar minimal Nilai Evaluasi Murni (NEM) berbeda. Hal ini membuat orangtua calon siswa baru stres.

“Kami stress, tidak bisa makan dan tidur, karena memikirkan nasib anak kami ini,” kesal Herry, salah seorang orangtua calon siswa di DPRD Kota Pontianak, Selasa (7/7).

Herry merupakan salah seorang dari belasan orangtua calon siswa baru yang kembali mendatangi DPRD Kota Pontianak meminta keadilan dan penjelasan. Sebelumnya karena kalah anaknya kalah bersaing dengan siswa yang luluan Unas Ulangan.

Kekecewaan Herry itu diluapkannya kepada legislator Kota Pontianak, karena standar NEM untuk bisa masuk di tiga SMA yang telah ditetapkan pemerintah sebagai jalur untuk masuk ke SMA Negeri 10 tanpa pemberitahuan kepada orangtua calon siswa.

“Para orangtua banyak yang tidak mengetahui kalau standar NEM untuk dapat masuk itu berbeda-beda, akhirnya banyak yang stres, padahal waktu pendaftarannya mepet,” kata Herry.

Sebelumnya, Dinas Pendidikan Kota Pontianak membuka SMA Negeri 10 di Jalan Purnama untuk menampung siswa lulusan Unas Utama yang tidak dapat masuk ke sekolah-sekolah unggulan.

Ternyata, setelah dibuka PSB di SMA 10 melalui tiga SMA itu orangtua dibuat pusing karena standar NEM di tiga SMA tersebut berbeda; SMA Negeri 4 mengambil nilai terendah yang diterima 27,5. SMA Negeri 8 yang diterima 28,5 dan SMA Negeri 7 yang diterima 26,85. “Ini tanpa pemberitahuan sebelumnya, padahal kebanyakan orangtua banyak yang mendaftar ke SMA yang lebih dekat dengan rumahnya,” ujar Herry

Kalau perbedaan standar minimal NEM yang diterima di tiga sekolah itu diketahui para orangtua sebelumnya, tentunya akan mendaftar sesuai kemampuan NEM anak-anaknya. “Tentunya kami lebih memilih yang sesuai dan peluang diterimanya lebih besar, logikanya kan seperti itu,” kata Herry.

Dengan kondisi tersebut, memunculkan kekhawatiran para orangtua kalau anaknya tidak diterima juga di SMA Negeri 10 Pontianak yang baru dibuka itu. (*)

Kompensasi untuk Unggas yang Dimusnahkan

PONTIANAK. Pasca pemusnahan menyeluruh terhadap unggas yang terserang virus flu burung (sistem stamping out), rencananya setiap peternak unggas memperoleh kompensasi Rp 15 ribu per ekor ayam dan Rp 10 ribu per ekor itik yang dimusnahkan.

"Tetapi ini masih wacana, nilainya sedang dibahas, sementara disepakati setiap induk ayam yang dimusnahkan dihargai Rp 15 ribu, sedangkan untuk itik Rp 10 ribu per ekor," terang drh Aswin Dja'far, Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan (Distanterhut) Kota Pontianak kepada wartawan, Selasa (6/7).

Aswin menjelaskan, pemberian kompensasi kepada peternak yang unggasnya dimusnahkan karena terserang flu burung itu, baru dapat diusulkan bila sistem stamping out ini selesai.

Dia mengungkapkan, sejak diterapkannya sistem stamping out pada Juni lalu hingga kini, unggas yang dimusnahkan baru sekitar 150 ekor, tersebar di semua kecamatan di Kota Pontianak. "Tim kita terus bekerja keras mencari unggas yang terserang flu burung, untuk dimusnahkan," terang Aswin.

Masyarakat hendaknya pro-aktif melaporkan ke tim Distanterhut Kota Pontianak, bila menemukan atau mengetahui kalau di sekitarnya terdapat unggas yang terserang flu burung. "Agar petugas tidak bolak-balik di suatu tempat untuk mencari atau menemukannya," kata Aswin.

Selain itu, tambah Aswin, masyarakat juga harus merelakan kalau unggasnya yang terserang flu burung dimusnahkan. "Pilih mana, sayang sama unggas atau dengan nyawa sendiri, karena flu burung juga mematikan bagi manusia," ingatnya.

Bila sistem stamping out selesai, Distanterhut Kota Pontianak pun akan membuat berita acaranya. Di dalamnya akan terdata jumlah unggas yang dimusnahkan dan juga terdapat kejelasan kalau pemusnahan telah selesai. Di situ juga akan diusulkan kompensasi bagi peternak yang unggasnya dimusnahkan.

Selanjutnya berita acara itu disampaikan ke Walikota Pontianak agar dapat mempertimbangkan pemberian kompensasi itu. "Kalau belum selesai bagaiman bisa membuat berita acaranya dan mengusulkan kompensasi bagi peternak itu," ujar Aswin. (*)

Bantuan RT/RW Naik 3 Kali Lipat

*Tiap RT/RW Dapat Rp 750 Ribu per Tahun

PONTIANAK. Bantuan operasional dari Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak kepada RT/RW tahun ini melonjak hingga tiga kali lipat dibandingkan 2009, dari Rp 250 ribu menjadi Rp 750 ribu per tahun atau meningkat 300 persen.

"Kenaikan bantuan operasional mencapai 300 persen ini sesuai dengan komitmen Walikota dan Wakil Walikota Pontianak," terang Suparma, Kepala Bagian (Kabag) Tata Pemerintah Sekretaris Daerah (Setda) Kota Pontianak ditemui usai menyerahkan bantuan operasional RT/RW di Gedung Serbaguna Kantor Camat Pontianak Utara, Selasa (6/7).

Komitmen yang dimaksudkan tersebut, Pemkot Pontianak akan meningkatkan jumlah bantuan operasional bila terjadi peningkatan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) guna mendongkrak Pendapatan Asli daerah (PAD).

Suparma menjelaskan, seluruh RT/RW di Kota Pontianak mendapat bantuan operasional tersebut, tetapi dilakukan secara bertahap. Kemarin diserahkan kepada 590 RT/RW di kecamatan Pontianak Utara.

Pemberian bantuan operasional tersebut, kata Suparma, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota Pontianak Nomor 148 Tahun 2010 tentang Pemberian Bantuan Kepada RT/RW seluruh Kota Pontianak.

Suparman mengatakan, bantuan operasional berupa alat tulis kantor, administrasi dan kegiatan-kegiatan lainnya yang menunjang kemasyarakatan kepada RT/RW itu nilainya memang tidak seberapa.

"Ini hanya sebagai bentuk apresiasi Pemkot karena RT/RW sangat banyak membantu pemerintah di bidang pembangunan, kemasyarakatan dan pemerintahan," terang Suparma.

Selama ini, tambah dia, Pemkot Pontianak merasa sangat terbantu dengan kinerja para pengurus RT/RW terutama terkait upaya menciptakan tertib administrasi kependudukan di Kota Pontianak, pelayanan sosial dan penciptaan kesejahteraan masyarakat.

Suparma mengungkapkan, dari 526 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, baru Kota Pontianak yang memberikan bantuan operasional kepada RT/RW seperti ini.

Terpisah, Walikota Pontianak H Sutarmidji SH MHum, berjanji akan meningkatkan lagi bantuan operasional bagi RT/RW bila pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) meningkat signifikan di tahun mendatang.

"Kalau pembayaran PBB tahun depan over target (melebihi target, red), bantuan operasional ini akan kita tingkatkan. Tetapi, kalau (PBB) tidak meningkat, bantuan dana operasional ini akan diturunkan," tegas Sutarmidji.

Dengan kata lain, pemberian bantuan operasional kepada RT/RW tersebut sebagai "bonus" karena telah membantu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor PBB.

Sutarmidji menjelaskan, dari hasil PBB ini akan digunakan untuk membangun infrstruktur jalan, memberikan Jaminan Kesehatan Masyarakat Kota (Jamkesko) dan bantuan RT/RW itu.

Sementara itu, jumlah keseluruhan RT/RW di Kota Pontianak mencapai 2.908 terdiri atas 590 RT/RW di Kecamatan Pontianak Utara, 405 di Pontianak Timur, 201 di Pontianak Tenggara, 488 di Pontianak Selatan, 614 di Pontianak Kota dan 610 di Pontianak Barat.

Selain memberikan bantuan operasional, Pemkot Pontianak juga membekali para pengurus RT/RW tersebut agar memiliki wawasan yang luas terutama dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. (*)

Dua Orang Meninggal Karena DBD

PONTIANAK. Hingga pertengahan 2010 atau sekitar minggu ke-27 tahun ini, di Kota Pontianak terjadi 62 kasus Demam Berdarah Deugue (DBD), dua orang di antaranya telah meninggal dunia.

"Dua orang yang meninggal ini karena terlambat untuk ditangani. Mungkin dikarenakan ketidakpahaman keluarga untuk segera membawa atau merujuknya ke rumah sakit bila ditemukan gejala-gejala DBD," kata drg Multi Junto Bhatarendro, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pontianak ditemui di sela Seminar Pemanasan Global (Global Warming) di Hotel Kartika, Selasa (6/7).

Multi menjelaskan, pihak keluarga tidak mengetahui kalau kedua orang tersebut mengalami gejala DBD, karena masa inkubasinya selama tujuh hari itu tidak dapat dilihat. "Oleh karenanya, ketika demam, segeralah dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan, agar dapat dilakukan pendeteksian dini dan diberikan penanganan yang tepat," harapnya.

Dikatakan Multi, kedua orang yang meninggal dunia akibat DBD tersebut merupakan warga Pontianak Timur dan Pontianak Utara. "Hal ini menujukkan kalau DBD tidak lagi berisfat sporadis. Tetapi sudah merata di enam kecamatan-kecamatan di Pontianak, karena sebelumnya paling banyak itu ditemukan kasus di Kecamatan Pontianak Kota dan Pontianak Barat," terangnya.

Tahun ini, jumlah kasus DBD di Kota Pontianak memang lebih rendah dari tahun lalu–di mana kondisinya dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB)– ditemukan sekitar 300 kasus, sekitar 80 orang di antaranya meninggal dunia.

Tetapi, tidak menutup kemungkinan tahun ini akan terjadi peningkatan jumlah kasus DBD bila tidak dilakukan pemotongan mata rantai penyebaran virusnya misalnya dengan membasmi jentik-jentik dan sarang nyamuk.

Dia sangat mengharapkan, tahun ini di Kota Pontianak tidak terjadi peningkatan jumlah kasus DBD. "Mudah-mudahan hingga Desember 2010, kasus DBD tidak mencapai 75 kasus," harap Multi.

Untuk menanggulangi dan mengantisipasi bertambahnya jumlah DBD, kata Multi, Pemkot telah menyiapkan dana Rp 300 juta pengadaan bubuk abate guna membasmi jentik-jentik. "Tetapi ketersediaan abate ini baru 10 persen dari kebutuhan Kota Pontianak yang memiliki sekitar 600 ribu kontainer air," katanya.

Selain itu, Pemkot juga menggencarkan fogging sebagai upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). "Juli dan Desember ini akan dilakukan fogging lagi," terang Multi.

Kemudian, enam Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kota Pontianak juga mendapat kucuran dana sekitar Rp 600 juta untuk PSN atau masing-masing Puskesmas kecamatan mendapat Rp 100 juta. "Alat fogging kita kini sudah tersedia 60 unit, karena tahun ini ada penambahan 14 unit," ungkap Multi.

Dia mengungkapkan, untuk penanggulangan DBD di Kota Pontianak ini memang telah dialokasikan sekitar Rp 2 miliar. Tetapi hal tersebut akan sia-sia bila tidak dibarengi dengan peran masyarakat itu sendiri.

Multi mengharapkan masyarakat memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungannya masing-masing–terutama di daerah pemukiman ramai penduduk dan menerapkan pola hidup sehat. "Kita juga minta peran aktif masyarakat untuk tidak memberikan kesempatan berkembangnya jentik-jentik, misalnya dengan 3M (Menimbun, Menutup, dan Menguras, red) atau lainnya," katanya. (*)

Urus Izin via Faksimili

PONTIANAK. Investor dari luar Kota Pontianak akan sangat mudah mengurus proses perizinan. Pasalnya, tahun depan kemungkinan Pemerintah Kota (Pemkot) akan membolehkan pengurusan izin melalui (via) faksimili. Tetapi untuk mengambilnya tetap harus datang ke Bumi Khatulistiwa ini.

"Apabila ada orang dari luar Kota Pontianak yang hendak mengurus perizinan, cukup melalui faksimili. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dan selanjutnya kita proses. Setelah selesai proses perizinannya baru dia datang ke Pontianak untuk mengambil izin tersebut, jadi tidak perlu bolak-balik," kata H Sutarmidji SH MHum, Walikota Pontianak ditemui di tempat kerjanya, Selasa (6/7).

Sutarmidji menyampaikan idenya tersebut setelah berdiskusi dengan Ekonomic Officer Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS), Joshua Finch.

Kunjungan Finch tersebut untuk bersilaturrahmi sekaligus melihat potensi serta membahas atau berdiskusi mengenai perkembangan perekonomian dan pembangunan Kota Pontianak, termasuklah di dalamnya mengenai proses-proses perizinan.

Dalam silaturrahmi dengan Finch tersebut, Sutarmidji juga memaparkan kondisi sosial ekonomi masyarakat Kota Pontianak, keaamanan, ketertiban, infrastruktur dan penanganan kemiskinan.

Mengenai kemiskinan ini, Sutarmidji juga menyinggung ketidakefektif pemberian beasiswa ke pelajar yang selama ini melalui Kantor Pos. "Ini kurang maksimal dalam mengentaskan kemiskinan, karena bisa saja dana beasiswa itu digunakan untuk keperluan di luar pendidikan," terangnya.

Sutarmidji menjelaskan, orang dikatakan miskin bisa tidak memiliki tabungan minimal Rp 500 ribu. "Oleh karenanya, lebih baik, dana beasiswa Rp 700 ribu per siswa itu dimasukkan ke bank dan dibuatkan buku tabungan masing-masing, ini lebih efektif," katanya. (*)

SMA Negeri 10 Bukan Buangan

PONTIANAK. Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak akan membuka Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 10 di Jalan Purnama. Walikota Pontianak H Sutarmijdi SH MHum menepis tudingan kalau ini sekolah buangan.

"SMA Negeri 10 ini bukan sekolah buangan, dan kita tidak memaksa kalau seandainya tidak mau, tidak jadi masalah," kata Sutarmijdi ditemui ketika meninjau proses Pendaftaran Siswa Baru (PSB) di SMP Negeri 1 Pontianak, Senin (5/7).

Sutarmidji menjelaskan, SMA Negeri 10 dibuka karena SMA Negeri 8 yang dulu menempati (menumpang) di gedung SMA di Jalan Purnama itu telah kembali gedungnya yang telah rampung dibangun. "SMA Purnama (eks-gedung SMA Negeri 8, red) itu terdapat 20 ruang kosong, makanya kita putuskan untuk membuka SMA Negeri 10 di sana," katanya.

Untuk penerimaan siswa di SMA Negeri 10 tersebut, Sutarmidji telah memerintahkan Dinas Pendidikan Kota Pontianak untuk membuka pendaftaran di SMA Negeri 4, SMA Negeri 7 dan SMA Negeri 8.

Terkait guru-guru yang akan mengajar di SMA Negeri 10, ungkap Sutarmidji, telah disiapkan dengan memindahkan guru-guru dan SMA lainnya. "Guru-guru yang ada sekarang ini buat lima sekolah pun masih cukup," ungkapnya.

Dibukanya SMA Negeri 10 ini, tambah Sutarmidji, sebagai salah satu bentuk upaya Pemkot Pontianak untuk menyediakan infrastruktur pendidikan yang layak bagi anak usia sekolah di Pontianak.

Selain membuka SMA Negeri 10 tersebut, Pemkot juga akan membuka SMP Negeri 24 untuk menampung calon siswa yang tidak diterima di SMP Negeri 1 karena tidak memenuhi Nilai Evaluasi Murninya (NEM) tidak memenuhi rangking yang ditetapkan. " Yang mendaftar di SMP 1 yang tidak diterima rangking sesuai NEM, kita tawarkan di SMP 24 ini," terang Sutarmidji.

Dalam kesempatan tersbeut, Sutarmidji juga menjelaskan tidak akan ada perpanjangan waktu pendaftaran bagi siswa baru yang berakhir hari ini. "Tidak ada perpanjangan waktu untuk pendaftaran siswa baru," tegasnya. (*)

Siswa Lulus Unas Utama Kalah Saing

PONTIANAK. Kasihan, untuk mendaftar ke sekolah negeri, siswa yang lulus Ujian Nasional (Unas) Utama kalah bersaing dengan siswa yang lulus Unas Ulangan. Orangtuanya pun berang dan besadu ke DPRD Kota Pontianak.

"Kenapa anak yang lulus Unas Ulangan bisa diterima. Sedangkan anak kami yang lulus Unas Utama tidak bisa diterima," kesal Dasuki, salah seorang orangtua siswa ketika menyampaikan aspirasinya di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kota Pontianak, Senin (5/7).

Dasuki kesal karena anaknya yang berhasil lulus Unas Utama dengan Nilai Evaluasi Murni (NEM) sekitar 30 tidak diterima di sekolah favorit di Pontianak, sedangkan teman sekelas anaknya yang baru berhasil lulus setelah mengikuti Unas Ulangan justru diterima di sekolah yang sama.

Anak Dasuki tidak diterima di beberapa sekolah favorit di Pontianak, karena kalah rangking (nilai) dari teman-temannya yang "didorong" untuk lulus melalui Unas Ulangan. "Teman-teman sekelas anak saya yang Unas Ulangan, justru nilainya lebih tinggi, itu yang menjadi patokan sekolah menempatkan anak tersebut dirangking atas pada penerimaan siswa baru," jelasnya.

Hal serupa dirasakan puluhan orangtua calon siswa baru lainnya. Sehingga mereka berbondong-bondong ke DPRD Kota Pontianak menuntut keadilan pagi kemarin. Di antara para orangtua tersebut, juga membawa anaknya yang tidak diterima di beberapa sekolah–karena kalah bersaing dengan yang lulus Unas Ulangan.

Puluhan orangtua calon siswa baru beserta beberapa orang anaknya itu membawa spanduk dari kertas karton bertuliskan berbagai tuntutannya kepada pemerintah, terutama Dinas Pendidikan Kota Pontianak.

Tuntutan tersebut di antaranya, Dinas Pendidikan Kota Pontianak hendaknya mengeluarkan kebijakan agar siswa yang lulus Unas Utama lebih diprioritaskan untuk diterima di sekolah lanjutan.

Selain itu, diterima atau tidaknya calon siswa yang mendaftar hendaknya didasarkan pada Standar Kenaikan/Kelulusan. Mereka juga menuntut agar penerimaan sekolah–yang berakhir hari ini–ditunda atau diulang.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak, Herry Mustamin yang menerima kedatangan puluhan orangtua calon siswa baru itu, meminta kehadiran Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak untuk menjelaskan persoalan tersebut.

Setelah beberapa lama ditunggu, ternyata Kepala Dinas Pendidikan tidak dapat hadir, karena sedang menghadiri rapat dengan kepala-kepala sekolah seluruh Pontianak. "Sebetulnya saya tersinggung dengan ketidakhadiran Kepala Dinas Pendidikan karena sudah diundang, tetapi karena ada keperluan lain yang juga penting, ini tidak jadi masalah," kata Herry.

Untuk mewakili Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak tersebut, hadir Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Menengah, Dinas Pendidikan Kota Pontianak, Dwi Suryanto.

Dwi menjelaskan, pemerintah pusat telah menentukan kalau siswa yang lulus Unas Utama dengan Ulangan memiliki porsi yang sama untuk mendaftar ke sekolah manapun di Pontianak. "Kita tidak bisa membuat kebijakan selain dari pada itu, kita tidak bisa seperti memprioritas siswa yang lulus Unas Utama ketimbang siswa yang lulus Unas Ulangan, karena kita tidak punya payung hukumnya," ujarnya.

Penjelasan yang panjang lebar dari Dwi ternyata tidak dapat diterima para orangtua siswa yang sebagin besar ibu-ibu itu. Celukan-celukan pun sering terdengar dari ibu-ibu yang merasa anaknya diperlakukan tidak adil itu. Sehingga kerap kali Wakil DPRD Kota Pontianak Herry Mustamin yang didampingi beberapa legislator lainnya berupaya menenangkan orangtua calon siswa baru itu.

Salah seorang orangtua siswa, Mardiana mengharapkan Dinas Pendidikan Kota Pontianak mengeluarkan kebijakan untuk memprioritaskan anak yang lulus Unas Utama. "Ini dilakukan di Sambas, di sana saja bisa kenapa di sini (Kota Pontianak, red) tidak bisa," katanya.

Dia juga mengungkapkan, sebenarnya para orangtua calon siswa baru ini tidak mempersoalkan kalau anaknya tidak diterima di suatu sekolah karena tersingkir akibat siswa lainnya yang lulus Unas Utama. "Sekarang ini, anak kami yang lulus Unas Utama tapi tidak bisa diterima karena rangkingnya kalah dari siswa yang lulus Unas Ulangan, makanya kami ini datang kemari (DPRD Kota Pontianak, red,)," kata Mardiana.

Karena pihak Dinas Pendidikan Kota Pontianak dan para orangtua calon siswa baru itu tetap ngotot dengan pendiriannya dan keinginannya masing-masing, pimpinan rapat pun akan mengadakan rapat koordinasi dua jam berikutnya.

Rapat koordinasi tersebut melibatkan Kepala Dinas Pendidikan, Ketua DPRD Kota Pontianak beserta anggotanya dan para orangtua siswa, guna mencari jalan keluar (solusi) dari permasalahan tersebut. (*)

“Lebih Baik Ikut Unas Ulangan”

PONTIANAK. Sebelum Penerimaan Siswa Baru (PSB), siswa yang tidak lulus Ujian Nasional (Unas) Utama histeris. Dengan berat hati, mereka mengikuti Unas Ulangan. Kini terbalik, justru yang lulus Unas Utama yang menyesal.

"Kalau tahu begini lebih baik saya ikut Unas Ulangan daripada yang Utama," kata Novita, siswa SMP 9 yang lulus melalui Unas Utama ditemui di DPRD Kota Pontianak, Senin (5/7).

Novita mendatangi DPRD Kota Pontianak itu bersama orangtuanya dan orangtua lainnya menuntut keadilan dari pemerintah, karena yang lulus Unas Utama kalah bersaing dengan yang lulus melalui Unas Ulangan.

Novita yang lulus Unas Utama di SMP Negeri 9 Pontianak mencoba mendaftar di beberapa sekolah, tetapi selalu kalah rangking dengan calon siswa barunya. Ironisnya, yang menyingkirkan rangkingnya itu justru teman sekelasnya yang notabene tidak lulus pada Unas Utama lalu mengikuti Unas Ulangan. "Kawan-kawan yang lulus Unas Ulangan, nilainya di atas 32 sedangkan saya tidak sampai segitu," lirihnya.

Di beberapa sekolah yang dianggap favorit di Pontianak, penerimaan siswa baru berdasarkan perangkingan Nilai Evaluasi Murni (NEM) tanpa memandang siswa tersebut lulus Unas Utama atau Ulangan.

Akibatnya, siswa yang lulus Unas Utama tersingkir, karena siswa yang lulus Unas Ulangan NEM-nya lebih baik atau lebih tinggi. Oleh karenanya, bila sebelumnya yang lulus Unas Utama bersyukur, kini justru menyesal.

Penyesalan siswa yang lulus Unas Utama itu tentunya sangat mengkhawatirkan bagi orangtuanya, karena perkataan yang keluar dari mulut anaknya hanya menyesal lulus Unas Utama.

Salah seorang orangtua siswa, Dasuki mengaku sangat khawatir dengan kondisi psikologis anaknya. "Kalau dulu banyak gantung diri itu karena tidak lulus Unas Utama, sekarang bisa-bisa yang lulus Unas Utama yang bunuh diri," sesalnya.

Hal senada juga diakui beberapa orang tua lainnya terhadap kondisi psikologis anaknya. Bahkan mereka merasa usahanya selama ini untuk mendorong anaknya belajar keras agar lulus Unas Utama sia-sia.

Seperti diakui orangtua siswa lainnya, Arifin. "Percuma saja kita memaksa anak untuk belajar, meninggal kegiatan-kegiatan lainnya, agar anak kita lulus Unas Utama, toh sekarang justru mereka kalah dengan yang tidak lulus Unas Utama, tapi lulus di Unas Ulangan," katanya.

Arifin berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan membatasi siswa yang lulus Unas Ulangan di setiap sekolah atau dengan kata lain lebih memprioritaskan anak yang lulus Unas Utama. "Bila tidak ini akan berpengaruh pada pendidikan kota Pontianak ke depannya, nanti siswanya tidak mau belajar ketika menghadapi Unas Utama, mereka lebih suka mengikuti Unas Ulangan, yang katanya mendapat bocoran guru dan lainnya," bebernya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak, Drs Mulyadi Sukir ST MT yang menghadiri rapat koordinasi dengan DPRD Kota Pontianak siang kemarin mengatakan, tidak memiliki dasar untuk membedakan antara lulusan Unas Utama dengan siswa lulus Unas Ulangan. "Tidak ada dasar yang kuat, bahkan dari provinsi sudah menegaskan bahwa tahap pertama dan kedua, mempunyai kesempatan yang sama," terangnya.

Semula, terang dia, akan dibuat bobot tertentu untuk penerimaan siswa baru, misalnya bagi yang lulus Unas Utama mendapat bobot dua, sedangkan yang lulusn Unas Ulangan hanya mendapat bobot satu. Sehingga Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU) akan diberi tanda bintang.

"Tetapi yang jadi persoalan, mereka yang mengulang itu tidak semua mata pelajaran, hanya satu mata pelajaran, sedangkan yang lainnya tinggi," ungkap Mulyadi

Kalau siswa tersebut mengulang seluruh mata pelajaran, kata Mulyadi, itu lain persoalan. "Lagi pula ini kebijakan pusat, kita tidak bisa mengambil kebijakan selain dari pada itu," katanya.

Mulyadi mengatakan, sebetulnya persoalan seperti ini sudah diperkirakan, sehingga disiapkanlah SMA Negeri 10 khusus siswa yang lulus Unas Utama itu. "Karena kalau kita mencegah siswa yang unas tahap kedua, itu tidak ada dasar hukum yang kuat, nanti orangtua siswa ini lagi yang protes, kan tidak akan selesai persoalannya," terangnya.

Oleh karenanya, solusi yang ditawarkan, kata Mulyadi, Pemkot Pontianak menyiapkan SMA Negeri 10 Pontianak yang memiliki 20 lokal. "Sebenarnya tahun lalu sudah menerima siswa, tetapi karena proses pembangunan SMA Negeri 8 (yang numpang di SMA 10 itu, red), penerimaannya ditunda tahun ini, jadi bukan dikarenakan ada demo lalu disiapkan sekolah itu," paparnya.

Mulyadi juga mengungkapkan kalau SMA Negeri 10 Pontianak ini bukan untuk menampung siswa buangan sekolah seperti anggapan beberapa orangtua calon siswa baru. "Gurunya sudah disiapkan, sarannya kita lengkapi, terdapat laboratorium dan lainnya, ini bukan sekolah buangan," tegasnya.

Untuk pendaftaran di SMA Negeri 10 ini, kata Mulyadi, dilakukukan di tiga sekolah, yakni 40 orang siswa di SMA Negeri 7, 60 siswa di SMA Negeri 4 dan 60 di SMA Negeri 8. "Jadi totalnya terdapat 160 siswa," jelasnya. (*)

BTC

Doge

LTC

BCH

DASH

Tokens

SAMPAI JUMPA LAGI

SEMOGA ANDA MEMPEROLEH SESUATU YANG BERGUNA