Saturday, 10 July 2010
Keseriusan Kejati dan BPK Dipertanyakan
PONTIANAK. Kasus dugaan korupsi pengadaan obat cacing di Sanggau Rp 9,8 miliar hendaknya segera dituntaskan. Sejak terungkap pada 2008 hingga kini belum masuk ke pengadilan. Keseriusan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dipertanyakan.
"Kami meminta dugaan kasus korupsi ini segera diproses, karena tidak sedikit kerugian uang negara," tegas Rustam SH, Direktur Barisan Anti Korupsi (Barak) kepada wartawan, Minggu (13/6).
Desakan untuk mempercepat proses dugaan kasus korupsi tersebut, karena sudah lama terungkap. Tetapi, hingga kini kasus tersebut belum tuntas. "Sehingga masyarakat sudah mempertanyakan kelanjutan kasus tersebut," kata Rustam.
Kalaulah Kejati masih menunggu hasil perhitungan Bdan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kalbar, paling tidak sudah dapat diperkirakan kapan hasilnya akan diterima.
Dikarenakan tersangkut ke BPK RI Perwakilan Kalbar tersebut, Rustam pun mendesak finalisasi penghitungan ulang hasil pemeriksaan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi obat cacing di Sanggau itu. "Hasil pemeriksaan BPK sangat penting bagi Kejati untuk memroses kasus tersebut," katanya.
Rustam meminta kedua instansi ini termasuk juga pihak-pihak lain tidak bermain-main dengan kasus obat cacing tersebut. "Kita meminta kepada Kejati dan BPK untuk mempercepat proses kasus ini," katanya.
Dia juga meminta kepada kedua instansi tersebut, agar tidak tebang pilih dalam memberantas korupsi. "Jangan hanya dikarenakan dalam kasus tersebut melibatkan pejabat atau mantan pejabat, lalu sampai sekarang prosesnya tidak tuntas-tuntas," ingat Rustam.
Selain itu, Rustam juga mendorong para korban dari pengadaan obat cacing tersebut untuk membuka selebar-lebarnya mengenai informasi siapa saja yang terlibat.
"Bagi pihak-pihak yang merasa dikorbankan dalam kasus pengadaan obat cacing ini harus berani membuka kasus ini sehingga terang benderang. Jangan ditutup-tutupi atau merasa tidak enak dengan atasan atau mantan atasan." tegas Rustam.
Proyek pengadaan obat cacing dianggarkan dalam APBD Sanggau 2006 sekitar Rp 3,641 miliar, dan APBD 2007 sekitar Rp 6,270 miliar. Kasus ini mulai ditangani Kejati sejak 2008.
Dalam kasus tersebut telah ditetapkan dua tersangka, yakni FPM, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek 2006 dan PAT yang menjadi PPK untuk proyek 2007. Perkara untuk kedua orang tersangka ini dipisahkan.
Bentuk pelaksanaan proyek itu melalui pemberian obat cacing dan multivitamin untuk anak sekolah. Namun dalam pelaksanaannya diduga kuat terjadi penggelembungan harga atas jenis obat cacing Embacitrine Syrup dan multi vitamin Vicalcine Syrup.
Total pengadaan untuk obat cacing tersebut 219.030 botol dan vitamin 109.518 botol yang kemudian diberikan kepada sekitar 54 ribu ssiwa Sekolah Dasar (SD) dengan dosis masing-masing dua kali pemberian.
Dalam melakukan pengembangan kasus ini, penyidik Kejati Kalbar Kejaksaan sempat mengobok-obok kantor PT Rajawali Nusindo, Kamis 21 Agustus 2008 silam. Penyidik mengumpulkan bukti tambahan kasus di kantor pemenang lelang pengadaan obat cacing di Jalan Jendral Urip, Pontianak itu.
Berdasarkan hasil penyidikan kejaksaan dan dilihat dari sejumlah bukti yang berhasil dikumpulkan, terjadi penggelembungan harga. Perbandingan harga riil di pasaran dengan harga perhitungan sendiri (owner estimate) yang disekapakati dalam kontrak terdapat perbedaan yang sangat signifikan (merugikan negara).
Harga pasaran Embacitrine Syrup Rp 7.200 per boks atau Rp 600 per botol menjadi Rp 6.500 pada pengadaan 2006 dan Rp 6.975 pada 2007. Sedangkan untuk Vicalcine Syrup di pasaran Rp 2.170 per botol menjadi Rp 18.500 pada pengadaan 2006 dan Rp 20.450 pada 2007.
Dalam dua tahun anggaran PT Rajawali Nusindo berjurut menjadi pemenang lelang. Sehingga membuat tim penyidik mengarahkan penggeledahan di perusahaan milik negara tersebut.
Setidaknya telah 18 saksi yang diperiksa termasuk para tersangka. Diduga terjadi kerugian negara untuk pengadaan proyek 2006 sekitar Rp 1,36 miliar dan 2007 sekitar Rp 2,93 miliar. (*)
No Response to "Keseriusan Kejati dan BPK Dipertanyakan"
Leave A Reply