M O R D I A D I

PONTIANAK. Akibat pencurian energi listrik, PT PLN Cabang Pontianak merugi hingga Rp 1 miliar rupiah per bulan. Pelakunya merata di enam kecamatan di Bumi Khatulistiwa ini, tetapi tidak pernah dipidanakan.

"Hasil operasi yang kami lakukan, sekitar 600 ribu kwh yang tidak tertagih setiap bulannya," aku Fauzi Arubusman BE, Manajer PT PLN Cabang Pontianak ditemui usai Rapat Kerja (Raker) dengan DPRD Kota Pontianak di Ruang Rapat Paripurna, Selasa (29/6).

Akibat tidak tertagihnya 600 ribu kwh daya listrik tersebut, diperkirakan PT PLN Cabang Pontianak mengalami kerugian lebih dari Rp 1 miliar setiap bulannya, dengan asumsi Biaya Pokok Produksi (BPP) Rp 2.298,13 per kwh.

Tidak tertagihnya daya listrik ini, kata Fauzi, bukan saja dikarenakan pencurian yang dilakukan para pelanggan, tetapi juga dilakukan masyarakat bukan atau belum menjadi pelanggan PLN.

Fauzi menjelaskan, pencurian daya listrik yang dilakukan pelanggan, modusnya dengan memperbesar daya tanpa sepengetahuan pihak PLN atau menyambung langsung tanpa melewati kwh sehingga pemakaian energi tidak terukur. "Ada pula yang melakukan kedua-duanya," terangnya.

Sebenarnya, kata Fauzi, tindakan pencurian daya listrik yang dilakukan pelanggan tersebut memiliki konsekuensi pidana. "Tetapi sampai saat ini kami belum bertindak lebih keras," katanya.

Karena, tambah dia, selama ini PLN hanya memberikan semacam edukasi atau pendidikan kepada para pelanggan untuk tidak lagi melakukan pelanggaran berupa pencurian daya listrik itu. "Karena kalau kita pidanakan sesuai undang-undang yang berlaku, kasian juga," kata Fauzi.

Sedangkan pencurian yang dilakukan orang yang bukan pelanggan, kata Fauzi, dilakukan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang memasang daya listrik mengatasnamakan atau mengaku petugas PLN.

Dalam hal ini bukan hanya PLN saja yang dirugikan karena daya yang terpakai tidak terukur. Masyarakat juga dirugikan karena harus mengeluarkan sejumlah uang, sementara ketika petugas PLN melakukan razia, yang telah dipasang oknum itu ternyata illegal dan tentunya diputus. "Seharusnya ketika ada kasus seperti ini, masyarakat dapat menanyakan langsung ke kantor-kantor PLN terdekat," ujar Fauzi.

Sementara itu, Anggota Komisi A DPRD Kota Pontianak, Midin mengungkapkan masyarakat tidak memercayai kalau PLN itu mengalami kerugian terus menerus. "Logikanya kalau PLN merugi terus, tentunya perusahaan sudah ditutup atau tidak beroperasi lagi," katanya.

Midin menyampaikan hal tersebut, karena seringkali menerima keluhan dari konstituennya. "Masyarakat juga bilang, kalau PLN terus mengalami kerugian, tentunya bapak-bapak ini (pejabat dan karyawan PLN, red) tidak akan di gaji. Nyatanya sekarang masih digaji cukup besar," katanya.

Ketidakpercayaan masyarakat terhadap kerugian yang dialami PLN juga disampaikan Anggota Komisi A DPRD Kota Pontianak lainnya, Simon Saragi SH. "Sebenarnya PLN ini rugi kalau mati atau hidup lampu," selorohnya.

Karena menurut dia, selama ini masyarakat selalu mengeluhkan pelayanan yang diberikan PLN dan tidak percaya Perseroan Terbatas itu mengalami kerugian, karena sering terjadi mati lampu. Selain itu, kalau sering mati lampu, banyak peralatan elektronik yang rusak.

Terkait sering mati lampu ini, pihak PLN beberapakali telah menyampaikan janji-janjinya untuk tidak melakukan pemadaman bergilir lagi, kecuali terjadi perbaikan mesin, gangguan teknis dan lainnya yang menyebabkan berukurangnya ketersediaan daya listrik yang dialirkan ke masyarakat.

Sementara itu, dalam rapat kerja yang dipimpin langsung Ketua DPRD Kota Pontianak, Hartono Azas L tersebut, pihak PLN selalu dipojokkan anggota DPRD Kota Pontianak lainnya terkait masalah pelayanan kepada masyarakat.

Permasalahan tersebut sangat klasik, tetapi membutuhkan solusi yang cepat dan tepat, seperti mengenai listrik yang sering byarpet, tiang listrik yang hampir tumbang, kerusakan peralatan elektronik milik para pelanggan yang tidak pernah mendapatkan ganti rugi dan lainnya. (*)